Bergabunglah di Grup WhatsApp PTS, ikuti Program Tadarus setiap periode 15 hari DISINI
{{ date }}
{{ time }}
Sudah SHOLAT kah Anda?

Sholat Pertama Kali Rosululloh SAW Setelah Peristiwa Isro Miroj

Sholat Pertama Kali oleh Rosululloh Setelah Peristiwa Isro' Mi'roj
Sholat Pertama Kali oleh Rosululloh Setelah Peristiwa Isro' Mi'roj
Sholat Pertama Kali oleh Rosululloh Setelah Peristiwa Isro' Mi'roj


Sebagaimana dinukil al-Qurthubi, bahwa dalam beberapa hal, para ulama ahli siroh dan kalangan ahli ilmu bersepakat sholat lima waktu diwajibkan pada malam isra’ sewaktu perjalanan mi’raj. Tidak ada satupun yang mengingkari akan hal ini, sebagaimana termaktub juga di dalam beberapa riwayat hadis shohih. Yang diperselisihkan oleh para ulama adalah mengenai, bagaimana hai’ah (kondisi) sesaat ketika sholat itu diwajibkan.

Khobar pertama yang dijadikan landasan ditetapkannya sholat lima waktu adalah hadis riwayat Siti Aisyah RA:
رُوِيَ عَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا أَنَّهَا فُرِضَتْ رَكْعَتَيْنِ رَكْعَتَيْنِ، ثُمَّ زِيدَ فِي صَلَاةِ الْحَضَرِ فَأُكْمِلَتْ أَرْبَعًا، وَأُقِرَّتْ صَلَاةُ السَّفَرِ عَلَى رَكْعَتَيْنِ
Telah diriwayatkan dari Siti Aisyah bahwa sholat diwajibkan pertama kali 2 rokaat 2 rokaat. Kemudian sesaat setelah sampai di rumah, sholat itu ditambah, disempurnakan menjadi 4 rokaat. Itulah sebabnya, kemudian berlaku ketetapan bahwa sholat yang pertama kali disyariatkan adalah sholat safar sejumlah 2 rakaat. (Syamsudin al-Qurthuby, Tafsir al-Qurthubi, Beirut: Dar al-Fikr, tt., Juz 10, halaman 210).

Berangkat dari sini, kemudian muncul beberapa riwayat yang lain. Al-Sya’bi mengatakan, “Kecuali sholat Maghrib”.

Yunus Ibnu Abu Bakar meriwayatkan:
وَقَالَ ابْنُ إِسْحَاقَ ثُمَّ إِنَّ جِبْرِيلَ عَلَيْهِ السَّلَامُ أَتَى النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ حِينَ فُرِضَتْ عَلَيْهِ الصَّلَاةُ يَعْنِي فِي الْإِسْرَاءِ فَهَمَزَ لَهُ بِعَقِبِهِ فِي نَاحِيَةِ الْوَادِي فَانْفَجَرَتْ عَيْنُ مَاءٍ فَتَوَضَّأَ جِبْرِيلُ وَمُحَمَّدٌ يَنْظُرُ عَلَيْهِمَا السَّلَامُ فَوَضَّأَ وَجْهَهُ وَاسْتَنْشَقَ وَتَمَضْمَضَ وَمَسَحَ بِرَأْسِهِ وَأُذُنَيْهِ وَرِجْلَيْهِ إِلَى الْكَعْبَيْنِ وَنَضَحَ فَرْجَهُ، ثُمَّ قَامَ يُصَلِّي رَكْعَتَيْنِ بِأَرْبَعِ سَجَدَاتٍ، فَرَجَعَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَقَدْ أَقَرَّ اللَّهُ عَيْنَهُ وَطَابَتْ نَفْسُهُ وَجَاءَهُ مَا يُحِبُّ مِنْ أَمْرِ اللَّهِ تَعَالَى، فَأَخَذَ بِيَدِ خَدِيجَةَ ثُمَّ أَتَى بِهَا الْعَيْنَ فَتَوَضَّأَ كَمَا تَوَضَّأَ جِبْرِيلُ ثُمَّ رَكَعَ رَكْعَتَيْنِ وَأَرْبَعَ سَجَدَاتِ هُوَ وَخَدِيجَةُ، ثُمَّ كَانَ هُوَ وَخَدِيجَةُ يُصَلِّيَانِ سَوَاءً
Ishaq berkata, saat diwajibkannya sholat pada malam Isro’, Malaikat Jibril mendatangi Nabi Muhammad SAW. Lalu ia menghentakkan tungkainya ke tanah, dan terpancarlah mata air. Kemudian Malaikat Jibril dan Baginda Nabi Muhammad SAW berwudhu darinya. Keduanya membasuh muka, lalu menghirup air ke dalam hidung (istinsyaq), berkumur-kumur, kemudian mengusap kepala lalu dilanjut kedua telinganya. Setelah itu, keduanya membasuh kedua kakinya sampai kedua mata kaki, sambil membasuh sela-sela jari-jari kaki mereka. Kemudian Baginda Nabi Muhammad SAW berdiri, sholat dua rakaat dengan 4 kali sujud. Setelah selesai, Rasulullah SAW kemudian pulang. Alloh benar-benar telah melunakkan kedua mata beliau, dan menghiasi jiwa raga beliau dan menganugerahi kecintaan hanya kepada melaksanakan perintah Alloh SWT. Selanjutnya beliau menggamit tangan Khodijah, mengajaknya menuju mata air yang tadi, lalu diajarinya berwudhu sebagaimana Jibril telah mengajari beliau berwudhu, lalu keduanya melakukan sholat dua rokaat, dengan 4 kali sujud. Itulah selanjutnya, beliau Nabi Muhammad SAW dan Siti Khodijah melakukan sholat berjamaah dengan jalan yang sama. (Syamsudin al-Qurthuby, Tafsir al-Qurthuby, Beirut: Dar al-Fikr, tt., Juz 10, halaman 210).

Jika melihat rangkaian hadis dari Yunus Ibnu Abu Bakar ini, nampaknya hadis ini merupakan bagian yang dipergunakan oleh kalangan ulama pendukung yang berpendapat bahwa malam Isra dan Mi’raj itu dilakukan sebelum Siti Khodijah rodliyallohu ‘anha mangkat.

Memang ada banyak keterangan bahwa sebelum disyariatkannya sholat 5 waktu, Baginda Nabi Muhammad SAW dan Siti Khodijah sudah melaksanakan sholat sebanyak dua rokaat. Namun tidak jelas, apakah ini dilakukan setelah Isro’ Miroj atau sebelumnya. Pendapat yang masyhur mengatakan sebelum Isro’. Itulah sebabnya, rangkaian tata cara wudlu yang tergambar dalam hadis di atas, berbeda tertib urutannya dengan yang tertuang dalam nash Q.S. Al-Maidah [5] ayat 6.
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِذَا قُمْتُمْ إِلَى الصَّلَاةِ فَاغْسِلُوا وُجُوهَكُمْ وَأَيْدِيَكُمْ إِلَى الْمَرَافِقِ وَامْسَحُوا بِرُءُوسِكُمْ وَأَرْجُلَكُمْ إِلَى الْكَعْبَيْنِ ۚ وَإِن كُنتُمْ جُنُبًا فَاطَّهَّرُوا
Wahai orang-orang yang beriman. Ketika kalian hendak melakukan sholat, maka basuhlah wajah kalian dan kedua tangan kalian hingga ke siku. Lalu usaplah kepala kalian dan kaki-kaki kalian hingga kedua mata kaki. Jika kalian dalam kondisi junub, maka bersucilah (mandilah)! (Q.S. Al-Maidah [5]: 6)

Hadis lain yang menjelaskan mengenai riwayat cara sholat nabi yang pertama kali diriwayatkan adalah diriwayatkan oleh Sahabat Ibnu Abbas rodliyallahu ‘anhu:
وَرُوِيَ عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ أَنَّهَا فُرِضَتْ فِي الْحَضَرِ أَرْبَعًا وَفِي السَّفَرِ رَكْعَتَيْنِ
Telah diriwayatkan dari shahabat Ibnu Abbas radliyallahu ‘anhuma, bahwasanya sholat yang diwajibkan pertama kali di rumah adalah 4 rakaat dan saat safar adalah dua rakaat. (Syamsudin al-Qurthuby, Tafsir al-Qurthuby, Beirut: Dar al-Fikr, tt., Juz 10, halaman 211).

Berdasarkan riwayat hadis ini, berarti sholat yang pertama kali diajarkan oleh Nabi Muhammad SAW shollallahu ‘alaihi wa sallam kepada para sohabat adalah sholat dzuhur, yang dilakukan sebanyak 4 rokaat. Adapun sholat saat safar, bisa berpengertian dua, yaitu:
  1. Mengisahkan sholat safarnya Baginda Nabi SAW saat perjalanan Isra’ dan Mi’raj setelah menerima perintah shalat 5 waktu, dan
  2. atau mengisahkan perjalanan di kesempatan lain yang tidak ada sangkut pautnya dengan Isra’ Mi’raj.
Namun, makna yang lebih dekat dalam hal ini adalah makna pertama, mengingat perjalanan Isra dilakukan pada malam hari, yang berarti dilakukan saat waktu Isya’ masih ada. Begitu diperintahkan, maka Baginda Nabi SAW menjadi wajib melaksanakan sholat 5 waktu, dan sholat yang pertama kali beliau lakukan adalah sholat qoshor Isya’ sejumlah 2 rokaat.

Untuk mendekati pemaknaan ini dibutuhkan saksi berupa hadis yang lain. Dalam Tafsir al-Qurthuby disebutkan beberapa riwayat lain yang sepakat dengan hadits riwayat Ibnu Abbas di atas yang di antaranya riwayat dari Nafi ibn Jubair, Al-Hasan ibn Al-Hasan al-Bashry, dengan sanad dari Ibnu Juraij. Tidak dijumpai adanya ulama atau sahabat yang mengingkarinya atau meriwayatkan hal yang berbeda dari yang disampaikan Ibnu Abbas.

Ditambahkan dalam riwayat itu, bahwasanya:
وَلَمْ يَخْتَلِفُوا فِي أَنَّ جِبْرِيلَ عَلَيْهِ السَّلَامُ هَبَطَ صَبِيحَةَ لَيْلَةِ الْإِسْرَاءِ عِنْدَ الزَّوَالِ، فَعَلَّمَ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الصَّلَاةَ وَمَوَاقِيتَهَا
Tidak dijumpai ada sahabat yang berpendapat lain mengenai turunnya Jibril setelah shubuhnya malam Isra, tepatnya ketika matahari mulai tergelincir di mana Baginda Nabi saat itu langsung mengajari para sahabat untuk melakukan shalat dan memerinci waktu-waktu shalat. (Syamsudin al-Qurthuby, Tafsir al-Qurthuby, Beirut: Dar al-Fikr, tt., Juz 10, halaman 211).

Berbekal hadis ini, maka dapat disimpulkan bahwa dua rokaat yang dimaksud oleh Ibnu Abbas dalam hadis sebelumnya adalah diqoshor-nya sholat Isya. Jadi, jelas sudah, bahwa cara sholat nabi yang pertama kali dilakukan adalah sholat qoshor Isya sejumlah 2 rokaat, kemudian 2 rokaat shubuh. Dan sholat yang pertama kali wajib dilakukan oleh para sahabat adalah sholat dhuhur sebanyak 4 rokaat.

Terima kasih telah membaca artikel kami yang berjudul: Sholat Pertama Kali Rosululloh SAW Setelah Peristiwa Isro Miroj, jangan lupa ikuti website kami dan silahkan bagikan artikel ini jika menurut Anda bermanfaat.

Pengalaman adalah Guru Terbaik. Oleh sebab itu, kita pasti bisa kalau kita terbiasa. Bukan karena kita luar biasa. Setinggi apa belajar kita, tidahlah menjadi jaminan kepuasan jiwa, akan tetapi yang paling utama adalah seberapa besar kita memberi manfaat kepada sesama.