Biografi
KH. Muntaha Al-Hafizh (lahir 9 Juli 1912, di Desa Kalibeber, Kecamatan Mojotengah, Kabupaten Wonosobo, Jawa Tengah - meninggal 29 Desember 2004 di Semarang pada umur 94 tahun) adalah ulama Indonesia yang memiliki julukan Pecinta Al-Qur'an Sepanjang Hayat.
[1] Julukan tersebut ia terima karena hampir seluruh hidupnya ia habiskan untuk mendalami dan menyebarkan ajaran al-Qur'an.
[1] Ia adalah pengasuh
Pondok Pesantren Tahfidzul Qur'an Al-Asy'ariyyah Kalibeber Wonosobo.
[2] Melalui pesantren asuhannya, telah terbit sebuah tafsir al-Qur'an tematik (maudhu'i) yang telah memberi sumbangsih terhadap perkembangan kajian ilmu-ilmu al-Qur'an .
[3] Gagasannya yang paling monumental adalah membuat mushaf al-Qur'an akbar (al-Qur'an raksasa) setinggi dua meter, dengan lebar tiga meter dan berat lebih dari satu kuintal.
[4] Al-Qur'an raksasa tersebut pada saat itu sempat diusulkan untuk masuk Guinnes Book of Record.
[4]
Asal usul dan pendidikan
Kiai Muntaha adalah putra ketiga dari pasangan K.H. Asy'ari dan Ny. Safinah.
[1] Ia memiliki dua kakak, yaitu Mustaqim dan Murtadho.
[1] Lahir dari keluarga pesantren, Kiai Muntaha memperoleh pendidikan membaca al-Qur'an dan ilmu-ilmu keislaman langsung dari kedua orang tuanya.
[1] Selanjutnya, ia melanjutkan perjalanan untuk mencari ilmu dari pesantren satu ke pesantren yang lain.
[1] Dalam perjalanannya tersebut, Kiai Muntaha selalu menempuhnya dengan cara berjalan kaki.
[1] Di setiap melakukan perjalan menuju pesantren selanjutnya, Kiai Muntaha menggunakan waktu istirahatnya untuk mengkhatamkan (menyelesaikan bacaan) al-Qur'an.
[1] Di antara pesantren yang pernah ia singgahi yakni Pesantren Kaliwungu, Pesantren Krapyak, dan Pesantren Termas.
[1] Setelah melakukan perjalanan dari berbagai pesantren, pada tahun 1950 Kiai Muntaha pulang ke Kalibeber untuk melanjutkan kepemimpinan ayahnya (K.H. Asy'ari) untuk mengembangkan Pondok Pesantren Al-Asy'ariyyah di desa kelahirannya.
[1]
Bidang Pendidikan
Kiai Muntaha berhasil mengembangkan ide di dunia pendidikan di bawah naungan Yayasan Al-Asy'ariyah.
[5] Yayasan tersebut menaungi beberapa jenjang pendidikan, yakni: Taman Kanak-kanak (TK) Hj. Maryam, Madrasah Diniyah Wustho (Pendidikan Islam tingkat menengah), 'Ulya (Tingkat atas) dan Madrasah Salafiyah (Pendidikan Islam yang mengkaji kitab klasik) Al-Asy`ariyyah, SMP dan SMU Takhassus (khusus) Al-Qur'an, SMK Takhassus Al-Qur`an, serta Universitas Sains Al-Qur`an (UNSIQ).
[5] Khusus Perguruan Tinggi UNSIQ berada di bawah naungan Yayasan Pendidikan Ilmu-Ilmu Al-Qur'an (YPIIQ).
[5] Sebelumnya, YPIIQ telah membangun Institut Islam Al-Qur'an (IIQ) pada tahun 1988 yang dipimpin langsung oleh Kiai Muntaha sebagai rektor, sebelum akhirnya berubah menjadi Universitas Sains Al-Qur'an (UNSIQ) melalui Surat Keputusan Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan Nasional RI Nomor: 87/D/0/2001 pada bulan Juni 2001.
[2][6]
Selain menerapkan idenya dalam mengembangkan Yayasan Al-Asy'ariyyah dari luar (pembangunan), Kiai Muntaha juga telah mengembangkan Yayasan tersebut dari dalam (kurikulum).
[5] Ia menekankan perlunya penguasaan bahasa untuk bisa menjelaskan isi dan kandungan Al-Qur'an kepada masyarakat luas (internasional).
[5] Tidak hanya bahasa Indonesia dan bahasa Arab saja yang saat ini lazim digunakan dalam dunia pendidikan Islam, melainkan juga mencakup bahasa Inggris, Tiongkok, Jepang, dan lain-lain, yang saat ini telah dipraktikkan oleh para santri, siswa, dan mahasiswa di Yayasan Al-Asy'ariyyah, mulai dari Pondok Pesantren Tahfidzul Qur'an Al-Asy'ariyyah hingga Universitas Sains Al-Qur'an (UNSIQ).
[5]
Bidang dakwah dan sosial
Di Pondok Pesntren Al-Asy'ariyah, Kiai Muntaha mendirikan Korps Dakwah Santri (KODASA) yang bertujuan untuk meningkatkan kualitas santri dalam bidang dakwah (menyiarkan agama Islam).
[5] KODASA juga mengabdikan diri kepada masyarakat dalam rangka peduli terhadap kondisi sebenarnya yang dihadapi oleh masyarakat, khususnya di bidang sosial keagamaan.
[5] Di antara aktivitas KODASA meliputi: Bacaan shalawat (pujian terhadap Nabi), Qira'atul Qur'an (membaca al-Qur'an), khitobah (ceramah) dengan menggunakan empat bahasa: bahasa Arab, Inggris, Indonesia, dan bahasa Jawa, serta ada juga qosidah dan rebana yang merupakan kesenian Islam.
[5] Dalam bidang sosial, Kiai Muntaha juga merintis berdirinya Pusat Pengembangan Masyarakat (PPM) bersama dengan K.H. MA. Sahal Mahfudz dan Adi Sasono.
[5]
Bidang kesehatan
Ide dan pemikiran Kiai Muntaha dalam hal kesehatan ia wujudkan dengan mendirikan Pendidikan Akademi Keperawatan (AKPER) yang berada di wilayah Universitas Sains Al-Qur'an (UNSIQ) Wonosbo, Jawa Tengah, atau yang lebih dikenal dengan sebutan AKPER UNSIQ.
[5] Selain itu, Kiai Muntaha juga mendirikan balai pengobatan yang ia beri nama Poliklinik Maryam.
[5] Poliklinik ini tidak hanya terbatas melayani para santri dan mahasiswa, namun terbuka untuk masyarakat umum.
[5] Sebelumnya, pada tahun 1986 Kiai Muntaha juga telah merintis dan mendirikan Balai Kesehatan di Tieng, Kejajar, yang kemudian disusul dengan pendirian Rumah Sakit Islam (RSI) di Mendolo, kabupaten Wonosobo, Jawa Tengah.
[5][7]
Bidang pemikiran Islam
Kiai Muntaha ikut memberi sumbangan dalam pemikiran Islam dengan membentuk "Tim Sembilan" yang terdiri dari Kiai-kiai muda dari Pondok Pesantren Al-Asy'ariyah, yang bertujuan untuk menyusun Tafsir Al-Maudhu'i (tematik) dalam bahasa Indonesia.
[3][5] Kitab tafsir ini terdiri dari sembilan jilid, dengan tema-tema sebagai berikut: Agama-agama (Adyan), Akidah (Al-Aqidah), Akhlak (Al-Akhlaq), Ibadah (Al-Ibadah), Sistem Kemasyarakatan (An-Nizam al-Ijtima'i), Jinayah (Al-Jinayah), Politik dan Tata Negara (As-Siyasah wa an-Nizham ad-Dauli), Ekonomi (Al-Iqtishadi), Kisah-kisah (Al-Qashash).
[3]
Referensi
*****
Hashtag:
# Ulama Indonesia
# Pimpinan pesantren Indonesia
# Tokoh Jawa
# Tokoh Jawa Tengah
# Tokoh dari Wonosobo
Terima kasih telah membaca artikel kami yang berjudul: Biografi KH. Muntaha Al-Hafidz, jangan lupa ikuti website kami dan silahkan bagikan artikel ini jika menurut Anda bermanfaat.
2 komentar
Semoga kita bisa meneruskan perjuangan mulia Beliau. Amin.