Bergabunglah di Grup WhatsApp PTS, ikuti Program Tadarus setiap periode 15 hari DISINI
{{ date }}
{{ time }}
Sudah SHOLAT kah Anda?

Kisah Pembelahan Pertama Dada Rasulullah SAW

Kisah Pertama Kalinya Rasulullah SAW Dibelah Dadanya oleh Malaikat
Kisah Pembelahan Pertama Dada Rasulullah SAW

Pembelahan Dada Rasululullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Salam Pada Masa Balita

Para pakar sejarah dan ulama hadits menyebutkan bahwa sudah menjadi kebiasaan bangsa Arab yang hidup menggembala ternak di daerah pedalaman untuk menawarkan jasa menyusukan bayi ke daerah ‘perkotaan’ bangsa Arab. Dari menyusui bayi orang-orang Arab yang hidup di ‘perkotaan’ itulah, orang-orang Arab pedalaman itu mendapatkan tambahan penghasilan.

Suatu kali daerah pedalaman mengalami masa paceklik panjang. Rumput-rumput hangus terbakar panas matahari, sumber-sumber air mengering, dan peternakan di ambang kemusnahan. Suku Bani Sa’ad bin Bakar yang hidup di pedalaman dari peternakan mau tak mau harus mencari jalan keluar dari bencana kekeringan dan kelaparan yang telah nampak di depan mata mereka.

Bersama para suami, kaum istri dari suku Bani Sa’ad bin Bakar berangkat ke kota Makkah untuk menawarkan jasa menyusui bayi-bayi penduduk Makkah. Di antara para ibu di kota Makkah yang menawarkan bayinya untuk disusukan, nampak Aminah binti Wahab yang menawarkan bayinya bernama Muhammad kepada para wanita Bani Sa’ad. Satu per satu wanita Bani Sa’ad mendapat tawaran menyusui Muhammad, namun satu per satu pula mereka menolak tawaran itu.

Halimah binti Harits, wanita terakhir dalam rombongan Bani Sa’ad itu juga menolak tawaran itu. Mereka semua memiliki pemikiran yang sama, “Bayi ini sudah tidak memiliki ayah lagi. Apa yang bisa diperbuat oleh ibunya? Bagaimana ia akan membayar biasa penyusuan bayinya?” Ya, wanita-wanita Arab dusun itu datang untuk menawarkan jasa penyusuan, demi mendapatkan rizki penyambung kehidupan mereka. Jika orang tua yang menawarkan bayinya tidak memiliki kepala keluarga yang memberi jaminan nafkah, lantas siapa yang akan membayar jasa penyusuan bayi itu?

Satu per satu wanita Arab dari dusun itu mendapatkan seorang bayi yang akan disusuinya. Hanya tinggal Halimah binti Harits seorang yang belum juga mendapatkan bayi yang dimaksudkan. Mereka semua hendak kembali pulang ke perkampungan Bani Sa’ad bin Bakar. Melihat keadaan yang demikian itu, Halimah tidak ingin pulang kampung dengan tangan hampa. Kepada suaminya, Harits bin Abdul Uzza, ia pun mengatakan, “Jika aku membawa bayi yang yatim itu tentu lebih baik daripada aku pulang tanpa membawa seorang bayi pun untuk aku susui.” Dengan alasan itu, ia pun menemui Aminah binti Wahab dan membawa pulang bayi yatim bernama Muhammad bin Abdullah itu.

Halimah binti Harits As-Sa’diyah menuturkan kisahnya, “Aku pun tiba di tendaku. Saat itu aku memiliki seorang bayi yang masih kecil, demi Allah, ia tidak bisa tidur karena kelaparan. Begitu aku menaruh Muhammad pada putting payudaraku, ia dan anakku segera menyusu dengan puas sesuai kehendak Allah sampai ia kenyang dan saudara sesusuannya kenyang, lalu keduanya tertidur. Suamiku lalu mendatangi seekor kambing kami yang, demi Allah, semula tidak mengeluarkan susu walau hanya setetes. Begitu tangannya memegang puting susu kambing itu, ternyata putting itu penuh, sehingga suamiku bisa memeras susunya dengan deras. Suamiku pun datang kepadaku dan berkata: ‘Demi Allah, wahai putri Abu Dzuaib, aku yakin bayi yang baru saja kita bawa ini adalah bayi yang diberkahi.”

Suamiku lantas menceritakan peristiwa kambing kami yang kurus dan baru saja diperas susunya dengan deras. Aku pun menceritakan kepadanya puting susuku yang mengenyangkan kedua anak ini. Keesokan harinya kami melanjutkan perjalanan pulang ke kampung kami. Aku mengendarai seekor keledai kami yang kurus. Demi Allah, ia begitu kurus sehingga kalah dari semua keledai lainnya. Ketika aku pun menaruh Muhammad di atas keledaiku, tiba-tiba keledaiku mampu berjalan mendahului unta-unta orang lain. Orang-orang kaget dengan peristiwa itu dan berkomentar, “Demi Allah, keledaimu ini memiliki keajaiban.”

Kami pun tiba di negeri kami, negeri Sa’ad bin Bakar. Demi Allah, kami hanya mendapatkan berkah semata dari Allah. Sampai-sampai penggembala keluarga kami pulang dengan menggiring kambing-kambing kami yang kekenyangan. Padahal kambing-kambing orang-orang dari suku kami pulang dalam keadaan kurus dan lapar. Kambing-kambing mereka juga tidak mengeluarkan air susu walau hanya setetes. Mereka pun berkata, “Bagaimana kalian ini, gembalakan kambing-kambing kalian di tempat penggembala putri Abu Dzuaib menggembalakan kambing-kambingnya!”

Suatu hari anakku dan Muhammad bermain-main bersama kambing-kambing kami di belakang tenda kami. Tiba-tiba anakku datang tergesa-gesa dan berkata, “Anak suku Quraisy itu telah dibunuh!” Aku dan suamiku segera mencarinya ke belakang rumah. Ia menemui kami dengan raut wajah yang pucat. Aku dan suamiku bergantian memeluknya.

Beberapa saat kemudian kami bertanya kepadanya, “Engkau kenapa?” Ia hanya bisa menjawab, “Aku tidak tahu. Tadi ada dua orang datang kepadaku, lalu keduanya membelah perutku dan mencucinya.”

Mendengar ceritanya itu, suamiku berkata, “Aku kira anak ini diserang (jin). Segeralah engkau mengembalikan anak ini kepada keluarganya, sebelum urusannya semakin besar saat berada di sini.” Suamiku terus mendesakku untuk berangkat ke Makkah. Atas desakan itu, aku segera membawanya kepada ibunya.

“Sebagai ibu susuannya, aku telah menyapihnya. Aku khawatir ia terkena musibah, untuk itu terimalah ia kembali.”

Ibunya bertanya, “Kenapa engkau tidak ingin merawatnya lebih lama? Bukankah dahulu engkau meminta kepadaku agar ia engkau bawa saja? Mungkin engkau mengkhawatirkan setan menyerang anakku ini. Janganlah khawatir, anakku ini dilindungi dari setan. Aku akan memberitahukan kepadamu, saat aku melahirkannya, aku melihat dari tubuhku keluar sebuah cahaya yang menerangi istana-istana Bushra di negeri Syam.” (HR. Abu Ya’la, Ath-Thabarani dan Abu Nu’aim Al-Asbahani. Imam Al-Haitsami dalam Majmauz Zawaid wa Mambaul Fawaid, 8/220-221 no. 13840 mengatakan: Imam Abu Ya’la dan Ath-Thabarani meriwayatkan hadits yang semakna, dan para perawi keduanya adalah orang-orang yang tsiqah)

Peristiwa pembelahan dada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa salam pada masa kanak-kanak saat diasuh oleh keluarga Halimah bintu Harits As-Sa’diyah ini merupakan peristiwa yang dituturkan oleh semua sejarawan Islam. Peristiwa tersebut juga disebutkan dalam hadits-hadits shahih dan hadits-hadits lemah dari berbagai jalur periwayatan. Di antaranya diriwayatkan oleh imam Muslim dari Anas bin Malik Radhiyallahu ‘anhu sebagai berikut:
عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ أَنَّ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَتَاهُ جِبْرِيلُ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَهُوَ يَلْعَبُ مَعَ الْغِلْمَانِ، فَأَخَذَهُ فَصَرَعَهُ، فَشَقَّ عَنْ قَلْبِهِ، فَاسْتَخْرَجَ الْقَلْبَ، فَاسْتَخْرَجَ مِنْهُ عَلَقَةً، فَقَالَ: هَذَا حَظُّ الشَّيْطَانِ مِنْكَ، ثُمَّ غَسَلَهُ فِي طَسْتٍ مِنْ ذَهَبٍ بِمَاءِ زَمْزَمَ، ثُمَّ لَأَمَهُ، ثُمَّ أَعَادَهُ فِي مَكَانِهِ، وَجَاءَ الْغِلْمَانُ يَسْعَوْنَ إِلَى أُمِّهِ – يَعْنِي ظِئْرَهُ – فَقَالُوا: إِنَّ مُحَمَّدًا قَدْ قُتِلَ، فَاسْتَقْبَلُوهُ وَهُوَ مُنْتَقِعُ اللَّوْنِ “، قَالَ أَنَسٌ: «وَقَدْ كُنْتُ أَرَى أَثَرَ ذَلِكَ الْمِخْيَطِ فِي صَدْرِهِ».
Dari Anas bin Malik Radhiyallahu ‘anhu bahwasanya Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa salam didatangi oleh malaikat Jibril saat beliau sedang bermain dengan anak-anak sebayanya. Malaikat Jibril mengambil beliau, membaringkannya, membelah dadanya, mengeluarkan jantung (hati)nya dan mengeluarkan segumpal darah yang menggantung dari dalam jantung (hati)nya. Malaikat Jibril berkata, “Ini adalah bagian setan darimu.” Malaikat Jibril kemudian mencuci jantung (hati) beliau dalam sebuah wadah yang terbuat dari emas dengan air zamzam, kemudian menyatukan jantung (hati)nya dan mengembalikannya ke tempatnya semula. Anak-anak sebaya yang bermain bersama beliau bergegas mendatangi ibu susuan beliau dan berkata, “Muhammad telah dibunuh!” Maka mereka beramai-ramai mendatangi beliau dan saat itu wajah beliau berubah pucat karena takut. Anas bin Malik, “Saya telah melihat bekas jahitan itu pada dada beliau.” (HR. Muslim no. 162, Ahmad no. 12221, 12506 dan 14069, Abu Ya’la no. 3374 dan 3507, Ibnu Hibban no. 6334, Abd bin Humaid no. 1308, dan Al-Baghawi dalam Syarhus Sunnah no. 3708)

Hadits shahih lainnya tentang hal itu diriwayatkan oleh imam Ibnu Ishaq dan Ahmad dari Khalid bin Ma’dan dari beberapa orang sahabat radhiyallahu ‘anhum sebagai berikut:
وَقَالَ ابْنُ إِسْحَاقَ: حَدَّثَنِي ثَوْرُ بْنُ يَزِيدَ، عَنْ خَالِدِ بْنِ مَعْدَانَ، عَنْ أَصْحَابِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنَّهُمْ قَالُوا لَهُ: أَخْبِرْنَا عَنْ نَفْسِكَ.
قَالَ: ” نعم أَنا دَعْوَة أَبى إِبْرَاهِيم وَبُشْرَى عِيسَى عَلَيْهِمَا السَّلَامُ، وَرَأَتْ أُمِّي حِينَ حَمَلَتْ بِي أَنَّهُ خَرَجَ مِنْهَا نُورٌ أَضَاءَتْ لَهُ قُصُورُ الشَّامِ، وَاسْتُرْضِعْتُ فِي بَنِي سَعْدِ بْنِ بَكْرٍ، فَبَيْنَا أَنَا فِي بَهْمٍ لَنَا أَتَانِي رَجُلَانِ عَلَيْهِمَا ثِيَابٌ بِيضٌ مَعَهُمَا طَسْتٌ مِنْ ذَهَبٍ مَمْلُوءٌ ثَلْجًا، فَأَضْجَعَانِي فَشَقَّا بَطْنِي ثُمَّ اسْتَخْرَجَا قَلْبِي فَشَقَّاهُ فَأَخْرَجَا مِنْهُ عَلَقَةً سَوْدَاءَ فَأَلْقَيَاهَا، ثُمَّ غَسَلَا قَلْبِي وَبَطْنِي بِذَلِكَ الثَّلْجِ، حَتَّى إِذَا أَنْقَيَاهُ
رَدَّاهُ كَمَا كَانَ، ثُمَّ قَالَ أَحَدُهُمَا لِصَاحِبِهِ: زِنْهُ بِعَشَرَةٍ مِنْ أُمَّتِهِ.
فَوَزَنَنِي بِعَشَرَةٍ فَوَزَنْتُهُمْ، ثُمَّ قَالَ: زِنْهُ بِمِائَةٍ مِنْ أُمَّتِهِ.
فَوَزَنَنِي بِمِائَةٍ فَوَزَنْتُهُمْ. ثُمَّ قَالَ زِنْهُ بِأَلْفٍ مِنْ أُمَّتِهِ.
فَوَزَنَنِي بِأَلْفٍ فوزنتهم، فَقَالَ: دَعه عَنْك، فو وَزَنْتَهُ بِأُمَّتِهِ لَوَزَنَهُمْ “.
Imam Ibnu Ishaq berkata, “Tsaur bin Yazid menceritakan kepadaku dari Khalid bin Ma’dan dari beberapa orang sahabat radhiyallahu ‘anhum, bahwasanya mereka pernah berkata kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa salam, “Beritahukanlah perihal Anda kepada kami!” Beliau menjawab, “Baiklah. Aku adalah buah dari doa nabi Ibrahim dan kabar gembira nabi Isa ‘alaihimas salam. Ketika ibuku mengandungku, ia melihat dari tubuhnya keluar sebuah cahaya yang menerangi istana-istana di negeri Syam. Aku kemudian disusukan pada Bani Sa’d bin Bakar. Suatu hari ketika aku sedang berada di belakang kandang kambing-kambing kami, tiba-tba datang kepadaku dua orang laki-laki yang memakai pakaian putih. Keduanya membawa sebuah wadah yang terbuat dari emas dan penuh berisikan es. Keduanya membaringkan diriku, membelah perutku, kemudian mengeluarkan jantung (hati)ku, lalu membelahnya dan mengeluarkan dari dalamnya satu gumpalan darah hitam, lalu keduanya membuangnya. Keduannya lalu mencuci jantung (hati)ku dan perutku dengan air es. Ketika keduanya telah selesai mencucui sampai bersih, keduanya mengembalikannya seperti semula. Salah seorang di antara keduanya lalu berkata kepada kawannya, “Timbanglah ia dengan sepuluh orang dari umatnya!” Ia pun menimbang diriku dengan sepuluh orang umatku, ternyata bobotku lebih berat daripada bobot mereka. Salah seorang di antara keduanya lalu berkata kepada kawannya, “Timbanglah ia dengan seratus orang dari umatnya!” Ia pun menimbang diriku dengan seratus orang umatku, ternyata bobotku lebih berat daripada bobot mereka. Salah seorang di antara keduanya lalu berkata kepada kawannya, “Timbanglah ia dengan seribu orang dari umatnya!” Ia pun menimbang diriku dengan seribu orang umatku, ternyata bobotku lebih berat daripada bobot mereka. Salah seorang di antara keduanya lalu berkata kepada kawannya, “Biarkanlah ia, sebab seandainya engkau menimbang dirinya dengan seluruh umatnya, niscaya bobotnya lebih berat daripada bobot mereka semua.” (HR. Ibnu Ishaq dalam Sirah Ibnu Ishaq, 1/51. Imam Ibnu Katsir dalam As-Sirah An-Nabawiyah, 1/227-228 berkata: Sanad hadits ini bagus dan kuat)

Hadits-hadits tentang peristiwa itu juga diriwayatkan oleh imam Ad-Darimi, Al-Hakim, Ibnu Khuzaimah, Abu Nu’aim Al-Asbahani, Al-Baihaqi, Ibnu ‘Asakir, Ibnu Abi Ashim dan lain-lain. Kebenaran berita tentang hal itu tidak diragukan lagi. Semua kitab sirah nabawiyah juga telah menyebutkannya.

Dalam sebuah hadits yang diriwayatkan dari Ubay bin Ka’ab dan Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa salam antara lain menuturkan:
فَقَالَ أَحَدُهُمَا لِصَاحِبِهِ: افْلِقْ صَدْرَهُ. فَهَوَى أَحَدُهُمَا إِلَى صَدْرِي فَفَلَقَهَا فِيمَا أَرَى بِلَا دَمٍ وَلَا وَجَعٍ، فَقَالَ لَهُ: أَخْرِجِ الْغِلَّ وَالْحَسَدَ. فَأَخْرَجَ شَيْئًا كَهَيْئَةِ الْعَلَقَةِ، ثُمَّ نَبَذَهَا فَطَرَحَهَا، فَقَالَ لَهُ: أَدْخِلِ الرَّحْمَةَ وَالرَّأْفَةَ. فَإِذَا مِثْلُ الَّذِي أَخْرَجَ شَبِيهَ الْفِضَّةِ، ثُمَّ هَزَّ إِبْهَامَ رِجْلِي الْيُمْنَى فَقَالَ: اغْدُ وَاسْلَمْ. فَرَجَعْتُ بِهَا أَغْدُو بِهَا رِقَّةً عَلَى الصَّغِيرِ وَرَحْمَةً عَلَى الْكَبِيرِ» “.
“Salah seorang (malaikat) itu berkata kepada kawannya (malaikat lainnya): “Belahlah dadanya!” Maka salah satu dari keduanya mendekat kepada dadaku dan membelahnya, tanpa keluar darah dan tanpa ada rasa sakit. Kawannya berkata, “Keluarkanlah kedengkian dan rasa iri!” Maka kawannya mengeluarkan sesuatu seperti segumpal darah hitam dan membuangnya. Kawannya berkata kembali, “Masukkan kepadanya rasa kasih sayang dan rasa cinta!” Ternyata seperti yang dikeluarkan, menyerupai perak. Ia kemudian menggoyang-goyang jempol kaki kananku dan berkata: “Pulanglah dengan selamat!” Maka aku pun kembali dengan selamat, sehingga aku menjadi orang yang mengasihi anak-anak dan menyayangi orang-orang tua.” (HR. Abdullah bin Ahmad, imam Al-Haitsami dalam Majmauz Zawaid wa Mambaul Fawaid, 8/223 no. 13843 berkata: Diriwayatkan oleh Abdullah (bin Ahmad) dan para perawinya tsiqah, dan mereka dinyatakan tsiqah oleh Ibnu Hibban)

Hadits riwayat Abdullah bin Ahmad tersebut memiliki kelemahan dari sisi matan (kandungan) hadits, karena menyebutkan peristiwa pembelahan dada tersebut terjadi pada saat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa salam berusia 10 tahun lebih beberapa bulan. Hal itu bertentangan dengan hadits-hadits shahih yang menyebutkan terjadinya peristiwa itu pada saat beliau diasuh oleh Halimah binti Harits As-Sa’diyah. Namun hadits riwayat Abdullah bin Ahmad tersebut memberikan informasi yang lebih detail tentang apa yang dikeluarkan dari hati beliau shallallahu ‘alaihi wa salam dan apa yang diisikan ke dalam hati beliau.

Dalam hadits yang lain dari Anas bin Malik disebutkan apa yang diisikan ke dalam hati beliau pada peristiwa pembelahan dada yang pertama tersebut:
عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ، عَنْ نَبِيِّ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ «أَنَّ جِبْرِيلَ عَلَيْهِ السَّلَامُ أَخْرَجَ حَشْوَتَهُ فِي طَسْتٍ مِنْ ذَهَبٍ، فَغَسَلَهَا، ثُمَّ كَبَسَهَا حِكْمَةً وَنُورًا – أَوْ حِكْمَةً وَعِلْمًا -»
Dari Anas bin Malik dari Nabiyullah Shallallahu ‘alaihi wa salam bahwasanya malaikat Jibril mengeluarkan hati beliau ke dalam sebuah wadah yang terbuat dari emas, kemudian malaikat Jibril mencucinya dan mengisinya dengan hikmah dan cahaya atau hikmah dan ilmu.” (HR. Ath-Thabarani dalam Al-Mu’jam Al-Kabir no. 744. Imam Al-Haitsami dalam Majmauz Zawaid wa Mambaul Fawaid, 8/223 no. 13844 berkata: Diriwayatkan oleh Ath-Thabarani, di dalam sanadnya ada Risydin bin Sa’ad, ia dinyatakan lemah oleh mayoritas ulama hadits)

Terima kasih telah membaca artikel kami yang berjudul: Kisah Pembelahan Pertama Dada Rasulullah SAW, jangan lupa ikuti website kami dan silahkan bagikan artikel ini jika menurut Anda bermanfaat.

Pengalaman adalah Guru Terbaik. Oleh sebab itu, kita pasti bisa kalau kita terbiasa. Bukan karena kita luar biasa. Setinggi apa belajar kita, tidahlah menjadi jaminan kepuasan jiwa, yang paling utama seberapa besar kita memberi manfaat kepada sesama.