Bergabunglah di Grup WhatsApp PTS, ikuti Program Tadarus setiap periode 15 hari DISINI
{{ date }}
{{ time }}
Sudah SHOLAT kah Anda?

Waktu Maghrib-Isya Bukan Untuk Dunia

Waktu Maghrib-Isya Bukan Untuk Dunia
Di kalangan ahlul bait ba’alawi Hadramaut, ada kebiasaan mulia yang terus dijaga turun temurun. Yakni menghidupkan waktu antara magrib dan isya dengan beragam amalan wirid dan i'tikaf di masjid, tanpa sedikitpun berbicara dan membahas apapun yang berhubungan dengan harta atau kesenangan dunia.

Dikisahkan suatu ketika, salah satu dari Ahlu bait kehilangan seluruh hasil penjualan harta dan modal dagangan yang hendak dibelanjakan lagi, hilang semua, ludes entah kemana. Sepanjang hari, beliau dibantu oleh beberapa pembantu dan anaknya sibuk mencari, mengumumkan kehilangan dan bertanya sana sani. Hingga petang menjelang uang itu belum ditemukan.
Waktu Maghrib-Isya Bukan Untuk Dunia

Beliau pun sejenak ingin melupakan uang itu, beliau bersiap diri untuk menyambut waktu Maghrib dan kemudian dilanjutkan dengan membaca amalan wirid sampai waktu isya datang. Pertengahan antara Maghrib dan isya, tanpa sepengetahuannya, ternyata putranya berhasil menemukan uang itu. Dengan wajah berseri si putra menuju masjid, ingin menyampaikan kabar gembira kepada sang ayah. Sesampainya di masjid dan mnyampaikan kabar gembira, harapan untuk mendapat pujian dan terimakasih dari sang ayah berbalik arah menjadi amarah. Sang ayah berkata,

“Wahai anakku, sungguh aku kecewa kepadamu. Engkau sengaja datang kemari dan mengganggu waktu mulia ini hanya untuk membicarakan harta dunia! Aku merasa gagal mendidik mu. Sebagai hukumannya aku tak mau lagi berbicara denganmu dan kau harus mengasingkan diri selama satu tahun penuh!”

Bukan hal yang berlebihan jika mereka begitu menghargai waktu antara Maghrib dan isya. Karena mereka benar-benar telah merasakan betapa banyak rahasia dan futuhat yang mereka peroleh dengan Istiqomah menjaga waktu antara Maghrib dan isya.

Bukankah kita pernah mendengar kisah Imam Abu Sulaiman Ad Darani ketika ditanya muridnya, “Mana yang harus dipilih, puasa atau menghidupkan waktu diantara Maghrib dan isya?”

Beliau menjawab, “Lakukanlah keduanya, berpuasalah dan menghidupkan waktu antara Maghrib dan isya, jika memang tak bisa, maka tak apalah kau tak puasa asal kau bisa menghidupkan waktu antara Maghrib dan isya.”

Atau kisah ulama salaf yang memarahi muridnya jika mengetahui mereka berada di luar masjid pada saat antara Maghrib dan isya.

Sedangkan kita, apa yang kita lakukan? Kita yang mengaku sebagai santri, tholibul ilmi dan pewaris ilmu Nabi. Dimana dan apa yang biasa kita lakukan di antara waktu Maghrib dan isya? Menyibukkan diri dengan smartphone dan media sosial? Atau mungkin sibuk dengan obrolan dan perbincangan tiada guna? Atau bahkan, terjerumus dalam majlis ghibah dan menyebar dusta?

Kemudian mirisnya, tanpa malu, kita merajuk dan memohon keberkahan waktu, mengharap agar hati dan akal mudah menerima ilmu. Dari mana kita bisa mendapat semua itu? Bukankah kelakuan kita ini persis kelakuan orang pingin kaya tapi tiap hari kerjaannya buang duit dan berleha-leha?!

*Disadur dari pengajian rutin bakda subuh, kitab Risalah Al-Muawanah oleh Tuan Guru Dr. Mar'ie Ar-Rasyid. Masjid Jami STAI Imam Syafi’i Cianjur.

Terima kasih telah membaca artikel kami yang berjudul: Waktu Maghrib-Isya Bukan Untuk Dunia, jangan lupa ikuti website kami dan silahkan bagikan artikel ini jika menurut Anda bermanfaat.

Pengalaman adalah Guru Terbaik. Oleh sebab itu, kita pasti bisa kalau kita terbiasa. Bukan karena kita luar biasa. Setinggi apa belajar kita, tidahlah menjadi jaminan kepuasan jiwa, yang paling utama seberapa besar kita memberi manfaat kepada sesama.