Bergabunglah di Grup WhatsApp PTS, ikuti Program Tadarus setiap periode 15 hari DISINI
{{ date }}
{{ time }}
Sudah SHOLAT kah Anda?

Kisah Al-Ahsa, Alasan Mengapa Menyalami Para Kekasih Allah

Kisah Al-Ahsa, Alasan Mengapa Menyalami Para Kekasih Allah
Sudah sejak lama Al-Ahsa mengaji kepada gurunya, al-Imam al-Habib Abdullah bin Alawi al-Haddad, seorang mujtahid tunanetra yang sangat produktif berkarya. Kemanapun sang guru pergi, Al-Ahsa selalu ada mendampingi.

Hingga suatu hari mereka berkunjung ke suatu desa. Setelah tunai jamaah subuh, Imam Haddad keluar dari masjid. Halamannya penuh oleh warga desa yang hendak menyambut sang ulama besar. Ratusan orang mengantri untuk bersalaman dengan Imam Haddad.
Masjid Al-Fath peninggalan Imam Haddad di al-Hawi, Tarim, Hadramaut, Yaman
Masjid Al-Fath peninggalan Imam Haddad di al-Hawi, Tarim, Hadramaut, Yaman

Masjid Al-Fath peninggalan Imam Haddad di al-Hawi, Tarim, Hadramaut, Yaman

Sementara itu, Al-Ahsa merasa gelisah. Mentari sudah naik dan antrian makin panjang mengular, padahal mereka harus melanjutkan perjalanan. Akhirnya ia pun mengutarakan kegelisahannya,

"Tuan Guru, mengapa Anda harus menyalami mereka satu persatu?" tanya Al-Ahsa.

"Maksudmu?" sahut Imam Haddad.

"Anda bisa saja cukup melambaikan tangan sebagai isyarat. Itu sudah cukup menyenangkan hati mereka," usul Al-Ahsa.

"Menurutmu," kata sang guru, "Apa yang menyebabkan mereka begitu ingin bersalaman langsung denganku?"

"Sebab mereka menganggap Anda sebagai orang istimewa, sebagai kekasih Allah. Mereka ingin mengambil keberkahan dari Anda," jawab Al-Ahsa.

"Jika itu prasangka mereka kepadaku. Apakah salah jika aku juga berprasangka demikian itu juga kepada mereka? Bahwa mereka adalah kekasih Allah dan aku hendak mengambil berkah dari mereka?" tukas sang imam.

Terima kasih telah membaca artikel kami yang berjudul: Kisah Al-Ahsa, Alasan Mengapa Menyalami Para Kekasih Allah, jangan lupa IKUTI website kami dan silahkan bagikan artikel ini jika menurut Anda bermanfaat. Simak artikel kami lainnya di Google News.

Pengalaman adalah Guru Terbaik. Oleh sebab itu, kita pasti bisa kalau kita terbiasa. Bukan karena kita luar biasa. Setinggi apa belajar kita, tidahlah menjadi jaminan kepuasan jiwa, yang paling utama seberapa besar kita memberi manfaat kepada sesama.