Bergabunglah di Grup WhatsApp PTS, ikuti Program Tadarus setiap periode 15 hari DISINI
{{ date }}
{{ time }}
Sudah SHOLAT kah Anda?

21 Dalil Perayaan Maulid dari Sayyid Muhammad Al Maliki

21 Dalil Legalitas Perayaan Maulid Nabi Versi Sayyid Muhammad bin Sayyid Alawi Al Maliki
Dalil Perayaan Maulid dari Sayyid Muhammad Al Maliki
Dalil Perayaan Maulid Nabi dari Sayyid Muhammad Al Maliki

Ketahuilah! Yang pertama merayakan Maulid Nabi SAW adalah Shohibul Maulid sendiri, yaitu Nabi Muhammad SAW, sebagaimana yang disebutkan dalam hadits shohih yang diriwayatkan Imam Muslim bahwa, ketika ditanya mengapa Nabi berpuasa di hari Senin, beliau menjawab, “Itu adalah hari kelahiranku.” Ini nash yang paling nyata yang menunjukkan bahwa memperingati Maulid Nabi adalah sesuatu yang dibolehkan syara’.

Perayaan Maulid Nabi Muhammad Shollallohu alaihi wasallam (Saw) telah menjadi bagian syiar Islam di Indonesia, bahkan di dunia. Umat Islam mengekspresikan kecintaannya pada Rasulullah, Nabi terakhir yang lahir pada 12 Rabiul Awwal 14 abad lalu.

Sayyid Muhammad bin Sayyid Alawi Al Maliki menjadi rujukan umat Islam di Indonesia, khususnya kalangan pesantren. Dalam Kitab Haulul Ihtifal Bidzikri Al-Maulid An-Nabawi As-Syarif; Sayyid Muhammad bin Sayyid Alawi Al Maliki Al Hasani menyampaikan Dalil-dalil legalitas perayaan maulid Nabi Saw.

Banyak dalil yang bisa kita jadikan sebagai dasar untuk memperingati kelahiran Nabi Muhammad SAW.

Berikut 21 Dalil Perayaan Maulid Nabi menurut Sayyid Muhammad bin Sayyid Alawi Al Maliki.


Pertama

Sesungguhnya perayaan maulid Nabi SAW adalah sebagai ekspresi atau ungkapan rasa bahagia dan senang kepada Nabi Al-Musthofa (nabi pilihan), dan kelahirannya dapat memberikan manfaat kepada orang kafir (Abu Lahab).

وسيأتي في الدليل التاسع مزيد بيان لهذه المسألة ، لأن أصل البرهان واحد وإن اختلفت كيفية الاستدلال وقد جرينا على هذا المنهج في هذا البحث وعليه فلا تكرار.

Dan akan ada penjelasan tambahan tentang masalah ini dalam dalil kesembilan, karena pada dasarnya dalilnya hanya satu meskipun cara pengambilan dalilnya berbeda, dan metode ini sudah kami terapkan dalam pembahasan ini, oleh sebab itu tidak perlu diulang.

فقد جاء في البخاري أنه يخفف عن أبي لهب كل يوم الاثنين بسبب عتقه لثويبة جاريته لما بشّرته بولادة المصطفى صلى الله عليه وسلّم.

Dalam kitab Al-Bukhari telah dijelaskan bahwa siksaan Abu Lahab diringankan setiap hari senin sebab memerdekakan Tsuwaibah (budaknya) ketika dia memberikan kabar gembira kepadanya atas kelahiran Nabi Al-Musthofa.

ويقول في ذلك الحافظ شمس الدين محمد بن ناصر الدين الدمشقي :

إذا كان هذا كافـراً جاء ذمـه # بتبّت يداه في الجحيم مخلّدا

أتى أنه في يوم الاثنين دائـمـا # يُخفّف عنه للسرور بأحمدا

فما الظن بالعبد الذي طول عمره # بأحمد مسرورا ومات موحّدا

Dan dalam masalah diatas Al-Hafidz Syamsuddin Muhammad bin Nasiruddin Ad-dimisyqi berkata:

Tatkala orang kafir ini (Abu Lahab), yang dicela

Dengan “binasa tangannya (jasadnya) di neraka jahim selamanya”

Pada hari senin selalu diringankan siksaannya

Sebab gembira dengan Nabi Ahmad (Muhammad SAW)

Maka bagaimana dengan seorang hamba yang sepanjang umurnya gembira dengan Nabi Ahmad dan mati dengan bertauhid.

وهذا الخبر رواه البخاري في الصحيح في كتاب النكاح معلقا ونقله الحافظ ابن حجر في الفتح ورواه الإمام عبدالرزاق الصنعاني في المصنف ج٧ ص ٤٧٨والحافظ البيهقي في الدلائل وابن كثير في السيرة النبوية من البداية ج١ ص ٢٢٤ ابن الديبع الشيباني في حدائق الأنوار ج١ ص ١٣٤ والحافظ البغوي في شرح السنة ج ٩ ص ٧٦ وابن هشام والسهيلي في الروض الأنف ج ٥ ص ١٩٢ والعامري في بهجة المحافل ج ١ ص ٤١، وهذه الرواية وإنْ كانت مرسلة إلا أنها مقبولة لأجل نقل البخاري لها واعتماد العلماء من الحفاظ لذلك ولكونها في المناقب والخصائص لا في الحلال والحرام، وطلاب العلم يعرفون الفرق في الاستدلال بالحديث بين المناقب والأحكام، وأما انتفاع الكفار بأعمالهم ففيه كلام بين العلماء ليس هذا محل بسطه، والأصل فيه ما جاء في الصحيح من التخفيف عن أبي طالب بطلب رسول الله صلّى لله عليه وسلّم.

Dan Hadist ini diriwayatkan oleh Al-Bukhori dalam As-Shohih dalam kitab An-Nikah sebagai hadist ta’liq (muallaq), dinukil oleh Al Hafidz Ibnu Hajar dalam kitab Al-Fath, diriwayatkan oleh Imam Abd Rozak As-Shon’ani dalam kitab Al-Mushonnaf jilid 7 halaman 478, diriwayatkan oleh Al-Hafidz Al-Baihaqi dalam kitab Ad-Dala’il, Ibnu Katsir didalam As-Siroh An-Nabawiyah minal bidayah Jilid 1 halaman 224, Ibnu Ad-Diba’ As-Syaibani dalam Hadaiqul Anwar jilid 1 halaman 134, Al-Hafidz Al-Baghowi dalam Syarh As-Sunnah jilid 9 halaman 76, Ibnu Hisyam dan As-Suhaili dalam Ar-Roudl Al-Anf الروض الأُنُف jilid 5 halaman 192 dan Al-Amiri dalam Bahjatul Mahafil jilid 1 halaman 41, Riwayat-Riwayat diatas meskipun Mursal, akan tetapi Maqbul karena dikutip oleh Al-Bukhori dan ada I’timadul Ulama (komitmen para Ulama ahli hadits) dan karena riwayat-riwayat tersebut terdapat dalam Al-Manaqib dan Al-Khoshoish bukan dalam Al-Halal dan Al-Harom, sedangkan para pelajar (santri) mengetahui perbedaan dalam pengambilan dalil menggunakan hadits antara Al-Manaqib dan Al-Ahkam. Adapun pengambilan manfaat bagi orang kafir dengan amal-amal mereka terdapat pembahasan di kalangan para Ulama yang tidak akan dibahas dalam kitab ini, sedangkan dasar dalam hal ini adalah hadits yang terdapat dalam kitab As-Shohih tentang keringanan siksa Abi Tholib sebab permohonan Rasululloh SAW.


Kedua

الثاني: أنه صلى الله عليه وسلّم كان يعظّم يوم مولده، ويشكر الله تعالى فيه على نعمته الكبرى عليه، وتفضّله عليه بالجود لهذا الوجود، إذ سعد به كل موجود، وكان يعبّر عن ذلك التعظيم بالصيام كما جاء في الحديث عن أبي قتادة: أن رسول الله صلّى الله عليه وسلّم سُئل عن صوم يوم الإثنين؟ فقال فيه وُلدتُ وفيه أُنزل عليَّ رواه الإمام مسلم في الصحيح في كتاب الصيام.

Sesungguhnya nabi Muhammad SAW memuliakan hari kelahirannya dan bersyukur kepada Allah di hari tersebut atas nikmat yang sangat besar dan keutamaan yang dianugerahkan oleh Allah kepadanya sebab sayangnya Allah kepada mahluk, karena dengan perantara Nabi semua mahluk bisa beruntung, dan Nabi mengungkapkan penghormatannya dengan berpuasa, sebagaimana diterangkan dalam hadits dari Abi Qotadah: “Sesungguhnya Rasululloh SAW pernah ditanya tentang puasa hari senin. Maka Nabi Menjawab: Pada hari tersebut saya dilahirkan dan pada hari itu pula Al-Qur’an diturunkan kepadaku”, HR. Imam Muslim dalam As-Shohih di kitab As-Shiyam.

وهذا في معنى الاحتفال به ، إلاّ أن الصورة مختلفة ولكن المعنى موجود سواء كان ذلك بصيام أو إطعام طعام أو إجتماع على ذكر أو صلاة على النبي صلّى الله عليه وسلّم أو سماع شمائله الشريفة.

Dan ini adalah bentuk perayaan atas kelahiran nabi, hanya saja caranya berbeda, akan tetapi esensinya (intinya) sama, baik perayaan tersebut dengan berpuasa, memberi makan, berkumpul untuk berzikir, membaca sholawat kepada nabi atau mendengarkan kisah tentang akhlak mulia Nabi.


Ketiga

الثالث : أن الفرح به صلّى الله عليه وسلّم مطلوب بأمرالقرآن من قوله تعالى(قل بفضل الله وبرحمته فبذلك فليفرحوا) فالله تعالى أمرنا أن نفرح بالرحمة ، والنبي صلّى الله عليه وسلّم أعظم رحمة ، قال الله تعالى (وما أرسلناك إلا رحمة للعالمين).

Sesungguhnya gembira kepada Nabi adalah tuntutan Al-Qur’an, yang berupa: “Katakanlah (Muhammad) dengan anugerah dan rahmat Allah, maka hendaklah mereka bergembira”. Maka Allah SWT memerintahkan kita agar gembira dengan datangnya rahmat, sedangkan Nabi Muhammad adalah rahmat Allah yang paling besar, Allah SWT berfirman: “Dan kami tidak mengutusmu (Muhammad) kecuali sebagai rahmat bagi seluruh alam”.

ويؤيد هذا تفسير حبر الأمة وترجمان القرآن الإمام ابن عباس رضي الله عنهما ، فقد روى أبو الشيخ عن ابن عباس رضي الله عنهما في الآية قال : فضل الله العلم ، ورحمته محمد صلى الله عليه وسلم . قال الله تعالى : ( وما أرسلناك إلا رحمة للعالمين )

Dan hal ini dikuatkan oleh penjelasan Habru Al-Ummah (orang yang sangat Alim) dan penerjemah Al-Qur’an yaitu Imam Ibnu Abbas Ra, maka sesungguhnya Abu Syaikh telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas Ra tentang ayat diatas, Ibnu Abbas berkata: Anugerah Allah adalah ilmu, Adapun Rahmatnya adalah Nabi Muhammad SAW. Allah SWT berfirman: “Kami tidak mengutusmu (Muhammad) kecuali sebagai rahmat bagi seluruh alam”.

فالفرح به صلى الله عليه وسلم مطلوب في كل وقت وفي كل نعمة وعند كل فضل ولكنه يتأكد في كل يوم الإثنين وفي كل شهر الربيع لقوة المناسبة وملاحظة الوقت ، ومعلوم أنه لا يغفل عن المناسبة ويعرض عنها في وقتها إلا مغفل أحمق.

Adapun bergembira dengan kelahiran Nabi Muhammad SAW adalah tuntutan di setiap waktu, di setiap mendapatkan nikmat dan anugerah, terlebih setiap hari Senin dan bulan Robi’ul Awal, karena merupakan waktu yang sangat sesuai dan tepat, dan sudah maklum bahwa tidak akan lupa dan berpaling dari sesuatu yang layak diperhatikan (diperingati), kecuali orang lalai yang bodoh.


Keempat

الرابع : أن النبي صلى الله عليه وسلم كان يلاحظ ارتباط الزمان بالحوادث الدينية العظمى التي مضت وانقضت ، فإذا جاء الزمان الذي وقعت فيه كان فرصة لتذكرها ، وتعظيم يومها لأجلها ولأنه ظرف لها.

Sesungguhnya Nabi Muhammad SAW memperingati berbagai peristiwa besar keagamaan yang sudah lampau disetiap tahun, jika datang suatu masa yang didalamnya terjadi berbagai peristiwa tersebut, maka saat itu dijadikan kesempatan (momentum) untuk mengenang dan memuliakan hari berbagai peristiwa itu, karena hari itu adalah saat terjadinya berbagai peristiwa tersebut.

وقد أصل صلى الله عليه وسلم هذه القاعدة بنفسه كما صرح في الحديث الصحيح أنه صلى الله عليه وسلم لما وصل إلى المدينة ورأى اليهود يصومون يوم عاشوراء سأل عن ذلك فقيل له : إنهم يصومون لأن الله نجّى نبيهم وأغرق عدوهم فهم يصومون شكرا لله على هذه النعمة فقال صلى الله عليه وسلم : (نحن أولى بموسى منكم) فصامه وأمر بصيامه.

Nabi Muhammad SAW mendasari sendiri kaidah ini sebagaimana dijelaskan dalam sebuah Hadist Shohih bahwa Nabi Muhammad SAW ketika sampai di Madinah beliau melihat orang yahudi berpuasa pada hari Asyuro’, kemudian Nabi menanyakan prihal puasa tersebut, maka mereka menjawab “Bahwa mereka berpuasa karena Allah telah menyelamatkan Nabi mereka dan menenggelamkan musuh mereka”, oleh sebab itu mereka berpuasa sebagai rasa syukur kepada Allah atas nikmat tersebut, lalu Nabi Muhammad SAW bersabda: “Saya lebih utama terhadap Nabi Musa dibandingkan kalian”, kemudian Nabi Muhammad berpuasa dan memerintahkannya pada hari Asyuro’.


Kelima

الخامس : أن المولد الشريف يبعث على الصلاة والسلام المطلوبين بقوله تعالى : ( إن الله وملائكته يصلون على النبي يا أيها الذين أمنوا صلوا عليه وسلموا تسليما)

Sesungguhnya (perayaan) maulid yang mulia bisa membangkitkan gairah untuk membaca sholawat dan salam yang diperintahkan oleh Allah dalam firmannya: “Sesungguhnya Allah dan para malaikat-Nya bersholawat atas Nabi, Wahai orang-orang yang beriman, bersholawatlah kalian semua kepadanya dan ucapkan salam penghormatan atas Nabi SAW”.

وما كان يبعث على المطلوب شرعا فهو مطلوب شرعا ، فكم للصلاة عليه من فوائد نبوية ، وإمدادات محمدية ، يسجد القلم فى محراب البيان عاجزا عن تعداد آثارها ومظاهر أنوارها .

Sesuatu yang dapat membangkitkan tuntutan menurut syari’at maka hal itu menjadi tuntutan menurut syari’at, betapa banyak faedah dan manfaat yang diperoleh sebab membaca sholawat kepada Nabi, Al-Qolam (pena) bersujud di mihrab penjelasan, tidak mampu menghitung berbagai pengaruh dan cahayanya yang tampak.


Keenam

السادس : ان المولد الشريف يشتمل على ذكر مولده الشريف ومعجزاته وسيرته والتعريف به، أولسنا مأمورين بمعرفته ومطالبين بالإقتداء به ، والتأسّى بأعماله، والإيمان بمعجزاته والتصديق بآياته؟ وكتب المولد تؤدي هذا المعنى تماما .

Sesungguhnya Maulid Nabi memuat tentang peringatan kelahiran Nabi, Mukjizat, Sejarah dan pemberitaannya, tidakkah kita diperintah untuk mengenalnya, mengikuti jejak dan mencontoh amal perbuatannya, iman dengan semua mukjizat dan membenarkan semua ayat-ayatnya? sedangkan kitab-kitab Maulid Nabi menjelaskan hal ini secara sempurna.


Ketujuh

السابع : التعرّض لمكافأته بأداء بعض ما يجب له علينا ببيان أوصافه الكاملة ، وأخلاقه الفاضلة ، وقد كان الشعراء يفدون إليه صلى الله عليه وسلم بالقصائد ويرضى عملهم ويجزيهم على ذلك بالطيبات والصلاة ، فإذا كان يرضى عمن مدحه ، فكيف لايرضى عمن جمع شمائله الشريفة ، ففي ذلك التقرب له عليه السلام باستجلاب محبته ورضاه .

Melaksanakan sebagian kewajiban kita kepada beliau secara terbuka untuk membalas jasa beliau Nabi Muhammad SAW yaitu dengan menjelaskan sifat-sifat sempurna dan akhlaknya yang mulia, ada beberapa penya’ir menembangkan beberapa Qosidah (pujian-pujian) kepada beliau dan beliau ridho dan membalas perbuatan mereka dengan beberapa kebaikan dan do’a, maka ketika Nabi ridho dengan orang yang memujinya, lalu bagaimana mungkin Nabi tidak ridho dengan orang yang mengumpulkan tabiat/perangai-perangai mulia beliau, maka didalam hal tersebut tersimpan pendekatan kepada Nabi SAW dengan mendatangkan cinta dan ridhonya.


Kedelapan

الثامن : أن معرفة شمائله ومعجزاته وإرهاصاته تستدعي كمال الإيمان به عليه الصلاة والسلام ، وزيادة المحبة إذ الإنسان مطبوع على حب الجميل ، خَلقا وخُلقا ، علما وعملا ، حالا واعتقادا ، ولا أجمل ولاأكمال ولا أفضل من أخلاقه وشمائله صلى الله عليه وسلم ،وزيادة المحبة وكمال الإيمان مطلوبان شرعا فما كان يستدعيهما فهو مطلوب كذلك .

Sesungguhnya mengetahui karakter / tabiat, Mukjizat dan kebaikan-kebaikan Nabi bisa menyebabkan imam (seseorang) kepada Nabi lebih sempurna dan bertambah cinta / senang kepada Nabi, karena karakter / tabiat manusia itu senangnya kepada yang bagus-bagus, baik dalam bentuk akhlak, ilmu amal, keadaan dan keyakinan dan tidak ada yang lebih bagus, lebih sempurna dan lebih utama / agung dari akhlak dan tabiat nabi, dan bertambahnya cinta / senang dan iman yang sempurna kepadanya adalah suatu tuntutan (anjuran) Syari’at, maka apapun yang bisa menyebabkan keduanya adalah juga tuntutan Syari’at.


Kesembilan

التاسع : أن تعظيمه صلى الله عليه وسلم مشروع ، والفرح بيوم ميلاده الشريف بإظهار السرور وصنع الولائم والاجتماع للذكر وإكرام الفقراء من أظهر مظاهر التعظيم والابتهاج والفرح والشكرلله ، بما هدانا لدينه القويم ، وما منّ به علينا من بعثه عليه أفضل الصلاة والتسليم.

Sesungguhnya mengagungkan / memuliakan Nabi Muhammad SAW adalah di syariatkan, dan gembira dengan kelahiran nabi dengan memperlihatkan kebahagiaan, mengadakan jamuan, berkumpul untuk berzikir dan memuliakan orang-orang fakir adalah merupakan penggungan yang palimg ketara, senang, gembira, suka ria bersyukur kepada Allah atas hidayah dan anugerah (di utusnya nabi Muhammad SAW) yang telah di berikan kepada kita.


Kesepuluh

العاشر : يؤخذ من قوله صلى الله عليه وسلم في فضل يوم الجمعة ، وعد مزاياه :

( وفيه خلق آدم ) تشريف الزمان الذي ثبت أنه ميلاد لأي نبي كان من الأنبياء عليهم السلام ، فكيف باليوم الذي ولد فيه أفضل النبيين وأشرف المرسلين ؟

Memuliakan hari kelahiran dimana pada hari itu para Nabi dilahirkan, itu berdasarkan sabda Nabi Muhammad SAW tentang keutamaan dan keistimewaan hari Jum’at: “Dan di hari tersebut Nabi Adam diciptakan”, Lalu bagaimana dengan hari kelahiran Nabi yang paling utama dan Rasul yang paling mulia?

ولا يختص هذا التعظيم بذلك اليوم بعينه بل يكون له خصوصا ولنوعه عموما مهما تكرر كما هو الحال في يوم الجمعة ، شكرا للنعمة ، وإظهارا لمزية النبوة ، وإحياء للحوادث التاريخية الخطيرة ذات الإصلاح المهم في تاريخ الإنسانية وجبهة الدهر وصحيفة الخلود كما يؤخذ تعظيم المكان الذي ولد فيه نبي من أمر جبريل عليه السلام النبي صلى الله عليه وسلم بصلاة ركعتين ببيت لحم ، ثم قال له : أتدري أين صليت ؟ قال : لا ، صليت ببيت لحم ، حيث ولد عيسى ، كما جاء ذلك في حديث شداد بن أوس الذي رواه البزار وأبو يعلى والطبراني ، قال الحافظ الهيثمي في مجمع الزوائد : ورجاله رجال الصحيح ج ١ ص ٤٧ ، وقد نقل هذه الرواية الحافظ ابن حجر في الفتح ج ٧7 ص 199 وسكت عنها .

Dan mengagungkan ini tidak tertentu pada hari senin 12 Rabi’ul Awal, hanya saja pada hari itu bersifat khusus dan untuk senin yang lain bersifat umum sewaktu berulang kembali, seperti halnya hari jum’at, sebagai ungkapan syukur atas nikmat Allah, memperlihatkan keistimewaan kenabiaan, menghidupkan sejarah-sejarah penting yang mempunyai nilai khazanah yang tinggi dalam sejarah manusia, pra sejarah dan simbol keabadian sebagaimana perintah Malaikat Jibril kepada Nabi Muhammad SAW untuk mengagungkan tempat kelahiran Nabi Isa As. (Bait Lahm) dengan melakukan sholat dua raka’at, kemudian Malaikat Jibril bertanya kepada Nabi: “Taukah dimana anda sholat (Ya Rosulallah)”? Beliau menjawab: “tidak”, “Anda sholat di Bait Lahm tempat Nabi Isa dilahirkan” jawab Malaikat Jibril, seperti diterangkan dalam Hadist Syaddad bin Aus yang di riwayatkan al-Bazzar, Abu Ya’la dan At-Thobroni, al-Hafidz al-Haitsami berkata dalam Majmak As-Sawaid jilid 1 hal 47: Dan Rowi-Rowinya adalah Rowi-Rowi Hadist Shohih dan riwayat ini di nukil (di kutip) pula oleh Al-Hafidz Ibnu Hajar di dalam Al-Fath jilid 7 hal 199, dan beliau tidak berkomentar tentang riwayat tersebut.


Kesebelas

الحادي عشر : أن المولد أمرٌ استحسنه العلماء والمسلمون في جميع البلاد ، وجرى به العمل في كل صقع فهو مطلوب شرعاً للقاعدة المأخوذة من حديث ابن مسعود رضي الله عنه الموقوف ( ما رآه المسلمون حسناً فهو عند الله حسن ، وما رآه المسلمون قبيحاً فهو عند الله قبيح ) أخرجه أحمد .

Sesungguhnya perayaan Maulid Nabi adalah hal yang dianggap bagus oleh para Ulama dan umat islam di seluruh Negeri dan dilaksanakan di seluruh daerah karena memang ada tuntutan Syari’at berdasarkan kaidah yang diambil dari Hadist Ibnu Mas’ud: “Sesuatu yang diyakini baik oleh orang islam, maka baik pula di sisi Allah, dan sesuatu yang diyakini jelek oleh orang islam, maka jelek pula di sisi Allah”.


Keduabelas

الثاني عشر : أن المولد اشتمل على اجتماع وذكر وصدقة ومدح وتعظيم للجناب النبوي فهوسنة ، وهذه أمور مطلوبة شرعاً وممدوحة ، وقد جاءت الآثار الصحيحة بها وبالحثّ عليها.

Sesungguhnya perayaan kelahiran Nabi itu terdiri atas perkumpulan, Dzikir, Sedekah, pujian dan memuliakan Nabi yang semuanya adalah sunnah dan merupakan tuntutan syari’at serta pekerjaan terpuji, karena ada beberapa Atsar as-Shohihah tentang hal tersebut dan anjuran untuk melaksanakannya.


Ketigabelas

الثالث عشر : أن الله تعالى قال : ( وكلاًّ نقصُّ عليك من أنباء الرسل ما نثبّت به فؤادك ) فهذا يظهر منه أن الحكمة في قصّ أنباء الرسل عليهم السلام تثبيت فؤاده الشريف بذلك ولا شك أننا اليوم نحتاج إلى تثبيت أفئدتنا بأنبائه وأخباره أشد من احتياجه هو صلّى الله عليه وسلّم .

Sesungguhnya Allah Swt berfirman: “dan semuanya (semua yang di butuhkan) kami ceritakan kepadamu, dari kisah-kisah para rasul, sesuatu yang dengan sesuatu tersebut, kami mantapkan hatimu (Muhammad)”, maka dari ayat ini sudah jelas sekali bahwa hikmah menceritakan kisah-kisah para utusan dapat memantapkan hati beliau yang mulia dan tidak ragu lagi bahwa sesungguhnya kita saat ini butuh untuk memantapkan hati kita dengan kisah-kisah Nabi melebihi butuhnya Nabi Muhammad SAW.


Keempatbelas

الرابع عشر : ليس كل ما لم يفعله السلف ولم يكن في الصدر الأول فهو بدعة منكرة سيئة يحرم فعلها ويجب الإنكار عليها, بل يجب أن يعرض ما أحدث على أدلة الشرع فما اشتمل على مصلحة فهو واجب ، أو على محرّم فهو محرّم ، أو على مكروه فهو مكروه ، أو على مباح فهو مباح ، أو على مندوب فهو مندوب ، وللوسائل حكم المقاصد ، ثم قسّم العلماء البدعة إلى خمسة أقسام :

Tidaklah semua perkara yang tidak dikerjakan oleh orang terdahulu dan tidak ada di awal masa adalah bid’ah yang tidak dibenarkan (bid’ah munkarot), jelek, haram dikerjakan dan wajib diingkari, bahkan wajib difilter dengan dalil-dali Syari’at, maka perkara yang mengandung kemaslahatan adalah wajib, yang mengandung sesuatu yang diharamkan adalah haram, yang mengandung makruh adalah makruh, yang mengandung mubah adalah mubah, yang mengandung sesuatu yang disunnahkan adalah Sunnah, dan hukum perantara (media) sama seperti tujuan, Kemudian para Ulama mengklasifikasi bid’ah menjadi lima macam:

واجبة : كالرد على أهل الزيغ وتعلّم النحو .

ومندوبة : كإحداث الربط والمدارس ، والأذان على المنائر وصنع إحسان لم يعهد في الصدر الأول .

ومكروه : كزخرفة المساجد وتزويق المصاحف .

ومباحة : كاستعمال المنخل ، والتوسع في المأكل والمشرب .

ومحرمة : وهي ما أحدث لمخالفة السنة ولم تشمله أدلة الشرع العامة ولم يحتو على مصلحة شرعية .

Wajib : Seperti menolak orang yang menyimpang dan belajar ilmu nahwu.

Sunnah : Seperti mendirikan Pondok dan Madrasah, Adzan diatas menara, berbuat baik yang tidak dikenal di masa awal.

Makruh : Seperti menghiasi masjid dan memperindah al-Qur’an.

Mubah : Seperti menggunakan ayakan tepung, banyak makan dan minum.

Haram : Segala sesuatu yang baru yang tidak sesuai dengan as-Sunnah, tidak dimuat oleh dalil-dalil umum Syari’at dan tidak mengandung maslahah syar’iah.


Kelimabelas

الخامس عشر : فليست كل بدعة محرّمة ، ولو كان الأمر كذلك لحرُم جمع أبي بكر وعمر وزيد رضي الله عنهم القرآن وكتبه في المصاحف خوفاً على ضياعه بموت الصحابة القراء رضي الله عنهم ، ولحرم جمع عمر رضي الله عنه الناس على إمام واحد في صلاة القيام مع قوله :( نعمت البدعة هذه ) ولحرم التصنيف في جميع العلوم النافعة, ولوجب علينا حرب الكفار بالسهام والأقواس مع حربهم لنا بالرصاص والمدافع والدبابات والطيارات والغواصات والأساطيل ، ولحرم الأذان على المنائر واتخاذ الربط والمدارس والمستشفيات والإسعاف ودور اليتامى والسجون ، فمن ثَم قيّد العلماء رضي الله عنهم حديث (كل بدعة ضلالة ) بالبدعة السيئة ، ويصرّح بهذا القيد ما وقع من أكابر الصحابة والتابعين من المحدثات التي لم تكن في زمنه صلّى الله عليه وسلّم ، ونحن اليوم قد أحدثنا مسائل كثيرة لم يفعلها السلف وذلك كجمع الناس على إمام واحد في آخر الليل لأداء صلاة التهجد بعد صلاة التراويح ، وكختم المصحف فيها وكقراءة دعاء ختم القرآن وكخطبة الإمام ليلة سبع وعشرين في صلاة التهجد وكنداء المنادي بقوله ( صلاة القيام أثابكم الله ) فكل هذا لم يفعله النبي صلّى الله عليه وسلّم ولا أحد من السلف, فهل يكون فعلنا له بدعة ؟

Tidak semua Bid’ah diharamkan, dan seandainya kenyataannya demikian, maka niscaya pengumpulan dan penulisan Al-Qur’an kedalam mushaf oleh sahabat Abu Bakar, Umar dan Zaid RA. karena khawatir terabaikan sebab wafatnya para sahabat yang pandai membaca (hafal) Al-Qur’an adalah haram, begitu pula pengumpulan sayyidina umar terhadap satu imam dalam sholat malam juga di haramkan, padahal beliau berkata: “Sebaik-baiknya Bid’ah adalah ini”, dan penyusunan dalam semua disiplin ilmu yang bermanfaat adalah haram, dan wajib bagi kita memerangi orang kafir dengan anak panah dan busur, padahal mereka memerangi kita dengan peluru, meriam, tank baja, kapal terbang, kapal selam dan armada (laut dan udara), dan niscaya haram pula adzan diatas menara, membuat pondok, madrasah (sekolah), rumah sakit, ambulan, panti asuhan dan penjara. Oleh sebab itu, Ulama membatasi Hadist “كل بدعة ضلالة” dengan bid’ah sayyi’ah, dan batasan ini diperjelas dengan beberapa peristiwa (hal baru) yang terjadi dari para pembesar sahabat dan tabi’in (generasi setelah sahabat) yang tidak ada pada zaman Nabi Muhammad SAW sementara kita -sekarang- melakukan banyak hal yang tidak pernah dilakukan oleh orang-orang terdahulu seperti berjama’ah pada satu imam di akhir malam untuk melaksanakan sholat tahajjud setelah sholat tarawih, menghatamkan Al-Qur’an dalam sholat tahajjud, membaca do’a Khotmil Qur’an, khotbah Imam pada malam kedua puluh tujuh dalam sholat tahajjud dan Nida’ (panggilan shalat sunnah) dengan ucapan: “صلاة القيام اثابكم الله”. Semua ini tidak pernah dilakukan oleh Nabi Muhammad SAW dan orang-orang terdahulu. Apakah semua perbuatan kita itu Bid’ah?


Keenambelas

السادس عشر : فالاحتفال بالمولد وإن لم يكن في عهده صلّى الله عليه وسلّم فهو بدعة ، ولكنها حسنة لاندراجها تحت الأدلة الشرعية ، والقواعد الكلية ، فهي بدعة باعتبار هيئتها الاجتماعية لا باعتبار أفرادها لوجود أفرادها في العهد النبوي, عُلم ذلك في الدليل الثاني عشر .

Perayaan maulid nabi meskipun tidak terjadi pada zaman Rasulullah SAW adalah bid’ah. akan tetapi tergolong Bid’ah Hasanah, karena masih sesuai dengan dalil syar’i dan kaidah-kaidah umum. Perayaan Maulid Nabi termasuk bid’ah jika dipandang dari bentuknya secara umum, dan tidak termasuk bid’ah jika dipandang dari segi satuannya, karena terdapat pada zaman Rasulullah, hal tersebut bisa diketahui pada dalil kedua belas.


Ketujuhbelas

السابع عشر : وكل ما لم يكن في الصدر الأول بهيئته الاجتماعية لكن أفراده موجودة يكون مطلوباً شرعاً ، لأن ما تركّب من المشروع فهو مشروع كما لا يخفى.

Segala sesuatu yang tidak terdapat pada kurun waktu pertama dengan bentuk secara umum, tetapi yang terdapat satuannya, maka hal ini dianjurkan dalam syari’at, karena sesuatu yang tersusun dari yang disyari’atkan, maka juga disyari’atkan seperti yang kita ketahui.


Kedelapanbelas

الثامن عشر : قال الإمام الشافعي رضي الله عنه : ما أحدث وخالف كتاباً أو سنة أو إجماعاً أو أثراً فهو البدعة الضالة ، وما أحدث من الخير ولم يخالف شيئاً من ذلك فهو المحمود ، اهـ .

Imam Syafi’i RA berkata: Perkara baru yang bertentangan dengan Al-Qur’an, Hadist, Ijma’ ataupun Atsar, adalah bid’ah yang sesat (menyesatkan), sedangkan perkara baru yang baik dan tidak bertentangan dengan salah satunya, maka termasuk hal yang terpuji.

وجرى الإمام العز بن عبد السلام والنووي كذلك وابن الأثير على تقسيم البدعة إلى ما أشرنا إليه سابقا .

Imam Izzuddin bin Abdussalam, Imam An-nawawi dan Ibnu al-Atsir mengklasifikasikan (membagi) bid’ah menjadi lima bagian seperti yang telah kami sebutkan diatas.


Kesembilanbelas

التاسع عشر : فكل خير تشمله الأدلة الشرعية ولم يقصد بإحداثه مخالفة الشريعة ولم يشتمل على منكر فهو من الدين

Segala kebaikan yang terkandung dalam dalil-dalil syari’at, yang diadakan tidak bertujuan menentang Syari’at serta tidak mengandung kemungkaran, maka termasuk bagian dari agama.

وقول المتعصب : إن هذا لم يفعله السلف ليس هو دليلاً له بل هو عدم دليل كما لا يخفى على مَن مارس علم الأصول ، فقد سمى الشارع بدعة الهدى سنة ووعد فاعلها أجراً فقال عليه الصلاة والسلام : ( مَنْ سنّ في الإسلام سنة حسنة فعمل بها بعده كُتب له مثل أجر مَن عمل بها ولا ينقص من أجورهم شيء)

Adapun pernyataan orang yang fanatik (penentang Maulid Nabi): “Sesungguhnya perayaan ini belum pernah dilaksanakan oleh orang-orang terdahulu”, itu bukanlah sebuah dalil bahkan hal itu menunjukkan bahwa mereka tidak punya dalil, sebagaimana yang sudah maklum di kalangan orang yang menekuni ilmu Ushul, maka sesungguhnya pembawa syari’at (Nabi Muhammad SAW) menyebut Bid’ah Al-Huda dengan sunnah (perbuatan baik) dan menjanjikan pahala bagi pelakunya. Nabi bersabda: Barang siapa melakukan kebaikan dalam Islam lalu diamalkan orang-orang setelahnya, maka orang itu mendapat pahala seperti pahala orang yang mengamalkannya dan tanpa dikurangi sedikitpun.


Keduapuluh

العشرون : أن الاحتفال بالمولد إحياء لذكرى المصطفى صلّى الله عليه وسلّم وذلك مشروع عندنا في الإسلام ، فأنت ترى أن أكثر أعمال الحج إنما هي إحياء لذكريات مشهودة ومواقف محمودة فالسعي بين الصفا والمروة ورمي الجمار والذبح بمنى كلها حوادث ماضية سابقة ، يحيي المسلمون ذكراها بتجديد صُوَرِها في الواقع والدليل على ذلك قوله تعالى : ( وأذِّن في الناس بالحج ) وقوله تعالى حكاية عن إبراهيم وإسماعيل عليهما السلام ( وأرنا مناسكنا )

Sesungguhnya perayaan maulid Nabi adalah pelestarian terhadap peringatan Nabi besar Muhammad SAW yang disyari’atkan -menurut kita- dalam islam, maka anda telah melihat bahwa sesungguhnya kebanyakan amalan Haji itu merupakan pelestarian peringatan-peringatan dan tempat perkumpulan yang terpuji, pelaksanaan sa’i (lari-lari kecil) antara bukit shofa dan bukit marwa, melontar jumrah dan menyembelih hewan kurban di Mina, itu semua adalah peristiwa-peristiwa masa lalu yang di lestarikan kembali (diperingati) oleh orang islam dengan memperbaharui bentuk pelaksanaannya, sedangkan dalilnya adalah firman Allah SWT: وأذن فى الناس بالحج dan firman Allah SWT yang menceritakan tentang Nabi Ibrahim a.s. dan Nabi Ismail As: وأرنا مناسكنا.


Keduapuluhsatu

الحادي والعشرون : كل ما ذكرناه سابقا من الوجوه في مشروعية احتفالات المولد الشريف إنما هو احتفالاته التي خلت من المنكرات المذمومة التي يجب الإنكار عليها ، أما إذا اشتمل المولد على شئ مما يجب الإنكار عليه كاختلاط الرجال بالنساء وارتكاب المحرمات وكثرة الإسراف مما لا يرضى به صاحب المولد الشريف صلّى الله عليه وسلّم فهذا لاشك في تحريمه ومنعه لما اشتمل عليه من المحرمات لكن تحريمه حينئذ يكون عارضيا لا ذاتيا كما لايخفى على مَن تأمّل ذلك.

Semua yang telah kami sebutkan diatas tentang legalitas (disyari’atkannya) perayaan-perayaan Maulid Nabi itu hanya perayaan-perayaan yang tidak ada unsur kemungkaran-kemungkaran yang tercela yang wajib diingkari. Adapun perayaan-perayaan maulid nabi yang mengandung sesuatu yang wajib diingkari seperti bercampurnya laki-laki dan perempuan, melakukan hal-hal yang diharamkan dan terlalu berlebihan, dari sesuatu yang tidak diridhoi oleh shahibul maulid (Nabi Muhammad SAW), maka ini tidak diragukan lagi keharaman serta terlarangnya, karena mengandung sesuatu yang diharamkan, akan tetapi dalam hal ini keharamannya bersifat ‘Aridliy (eksternal) bukan bersifat Dzatiyah (internal). Seperti keterangan yang sudah jelas bagi orang yang berfikir tentang hal ini.


Adapun jika peringatan Maulid mengandung hal-hal yang disertai sesuatu yang wajib diingkari, seperti bercampurnya laki-laki dan perempuan, dilakukannya perbuatan-perbuatan yang terlarang, dan banyaknya pemborosan dan perbuatan-perbuatan lain yang tak diridhai shahthul Maulid, tak diragukan lagi bahwa itu diharamkan. Tetapi keharamannya itu bukan pada peringatan Maulidnya itu sendiri, melainkan pada hal-hal yang terlarang tersebut.

*) Disarikan dari:

  1. Kitab Haulul Ihtifal Bidzikri Al-Maulid An-Nabawi As-Syarif; Sayyid Prof. Dr. Muhammad ibn Sayyid ‘Alawi ibn Sayyid ‘Abbas ibn Sayyid ‘Abdul ‘Aziz al-Maliki al-Hasani al-Makki (1365 H - 1425 H)
  2. Buku Diya’ut Thullab; Mengurai kekusutan pemikiran para pengingkar maulid Nabi sallallahu’alaihi wasallam (Buku Karya Ilmiyah Santri PP. Nurul Cholil, Bangkalan, kelas III Aliyah Priode 2011-2012) dari situs Ponpes Nurul Cholil.

Terima kasih telah membaca artikel kami yang berjudul: 21 Dalil Perayaan Maulid dari Sayyid Muhammad Al Maliki, jangan lupa ikuti website kami dan silahkan bagikan artikel ini jika menurut Anda bermanfaat.

Pengalaman adalah Guru Terbaik. Oleh sebab itu, kita pasti bisa kalau kita terbiasa. Bukan karena kita luar biasa. Setinggi apa belajar kita, tidahlah menjadi jaminan kepuasan jiwa, yang paling utama seberapa besar kita memberi manfaat kepada sesama.