Bergabunglah di Grup WhatsApp PTS, ikuti Program Tadarus setiap periode 15 hari DISINI
{{ date }}
{{ time }}
Sudah SHOLAT kah Anda?

Biografi dan Sejarah Kyai Nur Iman Mlangi

Riwayat Kyai Nur Iman / RM. Sandeyo Mlangi dan Silsilahnya
Riwayat Kyai Nur Iman / RM. Sandeyo Mlangi dan Silsilahnya

Sebelum mengupas tetentang Kyai Nur Iman Mlangi, penulis akan memaparkan secara singkat beberapa kejadian berdasarkan sejarah yang sangat erat kaitannya dengan riwayat Kyai Nur Iman Mlangi.

Sejarah dan Kisah Mbah Kyai Nur Iman

Pada tanggal 06 Juli 1704, Pangeran Puger yang mempunyai nama asli Raden Mas Drajat ( Beliau adalah putera dari Amangkurat I dengan isteri permaisuri keturunan Keluarga Kajoran ) diangkat menjadi raja bergelar Susuhunan Pakubuwana Senapati Ingalaga Ngabdurrahman Sayidin Panatagama Khalifatullah Tanah Jawa atau disingkat dengan Pakubuwana I. menurut catatan sejarah, Pangeran Puger juga pernah menyandang gelar sebagai Amangkurat II dikarenakan adanya pertentangan antara kakak pangeran Puger yang bernama Raden Mas Rahmat dengan Amangkurat I (Ayahanda mereka ), sehingga Pangeran Puger diangkat menjadi Putera Mahkota. Ketika terjadi pemberontakan Trunojoyo pada tahun 1677, Mas Rahmat menolak ditugasi ayahnya untuk mempertahankan kraton Mataram Kertosuro yang pada saat itu beribukota di Plered. Ia memilih mengungsi kearah Barat. Pangeran Puger kemudian tampil melaksanakan tugas itu sebagai bukti bahwa tidak semua keturunan Kajoran mendukung Trunojoyo. Dengan kejadian inilah kemudian Pangeran Puger menyandang gelar Amangkurat II. Namun , karena kekuatan pemberontak yang sangat besar akhirnya Pangeran Puger menyingkir ke Jenar. Di sana Beliau mendirikan kerajaan Purwakanda dan berpusat di Jenar. Ia mengangkat dirinya sebagai raja bergelar Susuhunan Ingalaga. Setelah Trunojoyo kembali ke Kediri, Susuhunan Ingalaga segera merebut Plered dan mengusir anak buah Trunojoyo yang ditempatkan di kota itu.

Amangkurat I meninggal di daerah Tegalwangi / Tegalarum. Raden Mas Rahmat menjadi Raja tanpa Tahta dengan Gelar Amangkurat II. Hal Ini disebabkan karena Plered sebagai ibukota Mataram saat itu diduduki dan dipertahankan oleh Pangeran Puger ( Amangkurat II ) yang lebih memilih mempertahankan Plered daripada mengungsi.

Amangkurat II Raden Mas Rahmat kemudian memilih membangun Kraton baru dengan nama Kartosuro pada bulan September 1680. Ia kemudian memanggil Susuhunan Ingalaga / Amagkurat II Pangeran Puger untuk bergabung dengannya, akan tetapi oleh Pangeran Puger ditolak, sehingga terjadilah perang saudara. Pada tanggasl 28 November 1681.

Susuhunan Ingalaga Amangkurat II Pangeran Puger menyerah kepada Jacob Couper, pemimpin pasukan VOC, yang membantu Amangkurat II Raden Mas Rahmat. Susuhunan Ingalaga kemudian kembali bergelar Pangeran Puger dan RM Rahmat bergelar Amangkurat II. Berdasar peristiwa inilah Kyai Nur Iman Mlangi kadang juga disebut sebagai Amangkurat IV, akan tetapi bukan Amangkurat Jawa, karena Amangkurat Jawa yang ada dalam sejarah adalah RM. Suryo Putro ( putra Pengeran Puger/ Ayah Kyai Nur Iman Mlangi ).

Antara Amangkurat II RM. Rahmat dan Pangeran Puger memiliki perbedaan sikap yang sangat mencolok. Amangkurat II cenderung bersifat lemah hati dan tidak teguh pendirian, sedangkan Pangeran Puger bersifat sangat tegas. Maka gelar Amangkurat II pada saat itu seperti simbol belaka, karena yang lebih banyak menjalankan roda pemerintahan saat itu adalah Pangeran Puger yang memang ditunjuk sebagai tangan kanan Amangkurat II RM. Rahmat.

Pangeran Puger wafat pada tahun 1719.

Salah satu putera Pangeran Puger adalah RM. Suryo Putro. Dikisahkan ia meninggalkan kraton Mataram menuju ke arah timur / brang wetan, tepatnya sampai di Pondok Pesantren Gedangan Surabaya yang pada saat itu diasuh oleh Kyai Abdullah Muhsin. Hal ini dikarenakan adanya perebutan tahta dan perselisihan antar saudara di kalangan istana yang merupakan ulah adu domba Belanda. RM. Suryo Putro kemudian menjadi santri disana dengan berganti nama M. Ihsan. Pada suatu saat tepatnya dalam kegiatan rutin selapanan ( 35 hari sekali ) yang diadakan di ponpes tersebut, diadakan pengajian yang tanpa disangka dihadiri oleh Adipati Wironegoro ( ini adalah gelar anugrah yang diberikan Amangkurat II kepada Untung Suropati yang ikut membantuh dalam pembunuhan Pimpinan Kompeni yang bernama Kapten Tack), M. Ihsan menjadi ketua santri dan ikut menghidangkan hidangan untuk para tamu yang hadir. Saat mondar mandir di depan Adipati tersebut, ia diamati oleh sang Adipati. Karena merasa bahwa adipati pernah bertemu sebelumnya dan yakin bahwa santri tersebut adalah seorang bangsawan, maka setelah pengajian selesai, sang adipati tidak langsung pulang tetapi malah menyuruh Kyai A. Muhsin untuk memanggil Santri M. Ihsan tersebut. Setelah bertemu dan bercakap- cakap akhirnya diketahuilah bahwa M. Ihsan memang seorang bangsawan. M. Ihsan dan Adipati akhirnya berpesan agar Kyai merahasiakan keberadaan M. Ihsan dan menganggap ia sebagai santri biasa agar tidak sampai ketahuan oleh keluarga kerajaan. Sebelum pulang, Adipati Wironegoro berpesan agar M. Ihsan sudi berkunjung ke kadipaten dengan menyamar.

Akhirnya pada waktu yang telah ditentukan M Ihsan bersama Kyai datang ke kadipaten dengan alasan akan menyampaikan pesan kepada adipati tersebut agar tetap merahasiakan keberadaannya kepada kelurga Kraton. Setelah beberapa waktu berjalan dan melalui pertimbangan yang matang, akhirnya diambillah kesepakatan antara Adipati, kyai A. Muhsin dan M. Ihsan untuk menikahkan M Ihsan dengan Putri Adipati tersebut yang bernama RA. Retno Susilowati. Setelah menikah, putri tersebut diboyonglah ke ponpes Gedangan.

Sementara itu, sepeninggal RM. Suryo Putro ternyata keadaan kerajaan semakin kacau hingga akhirnya terciumlah keberadaan M. Ihsan oleh keluarga Kraton. Sang Raja kemudian mengirim utusan untuk menjemput pulang M. Ihsan ke Mataram. Karena itu merupakan perintah Raja, maka M. Ihsan tidak berani menolak. Sebelum ia pulang ke kraton, ia menitipkan istrinya yang sedang hamil ke kyai A. Muhsin dan berpesan "Kelak jika anaknya lahir laki laki harap diberi nama RM. Sandeyo, tetapi jika perempuan, pemberian nama terserah Kyai". Kyai juga diminta mengasuhnya dan mendidiknya hingga mumpuni, karena kelak ia kan dijemput pulang ke kraton Mataram. Ternyata bayi yang lahir itu benar laki - laki dan kemudian oleh kyai diberi nama RM. Sandeyo, selain itu oleh Kyai bayi itu juga diberi nama M. Nur Iman.

Setibanya di kraton Mataram, RM. Suryo Putro langsung dinobatkan sebagai raja bergelar Amangkurat JAWA/ Amangkurat IV. Ia memerintah pada tahun 1719 - 1726. Sebelum Beliau meninggal, Beliau teringat pernah menitipkan istri pertamanya yang sedang hamil di ponpes Gedangan yang diasuh oleh Kyai Abdullah Muhsin, dan mungkin anak dalam kandungan itu telah lahir dan telah dewasa. Akhirnya Beliau mengutus utusan untuk menjemput pulang anak tersebut.

Seiring waktu berlalu Nur Iman / RM Sandeyo telah tumbuh dewasa dan telah menjadi pemuda yang mumpuni dalam ilmu agama dan lainnya, hingga pada suatu saat datang lah utusan tersebut dan meminta RM Sandeyo untuk pulang ke Mataram. Akhirnya M. nur Iman mau untuk pulang, akan tetapi Beliau tidak mau pulang bersama dengan utusan tersebut. setelah pamit pada Kyai Abdullah Muhsin dan mendengarkan semua pesan nasihat dari Kyai, maka RM. Sandeyo berangkat ke Mataram dengan ditemani dua sahabat dekatnya yang bernama Sanusi dan Tanmisani. Sesuai dengan nasihat Kyai, maka sepanjang perjalanannya mereka tanpa henti berdakwah menyebarkan ilmu agama dan mendirikan Ponpes, hingga perjalan sampai ke Mataram memakan waktu agak lama. Ponpes yang didirikan M. Nur Iman antara lain ponpes yang ada di sepanjang Ponorogo dan Pacitan. Kyai Abdullah Muhsin juga mempunyai keyakinan kuat bahwa kelak M. Nur Iman akan menjadi Ulama besar dan termasyhur.

Sesampainya di Kraton, M. Nur Iman langsung sungkem kepada Ayahhandanya ( Amangkurat Jawa / IV ) dan kemudian dikenalkan kepada semua kerabat kraton , juga adik - adiknya. Selain itu ia juga dianugerahi gelar KGHP. Kertosuro dan mendapat rumah kediaman di Sukowati.

Pada saat terjadinya perang saudara antara adik - adiknya yakni Pangeran Sambernyowo / RM. Said dan Pangeran Mangkubumi / RM. Sujono, juga dengan terjadinya huru - hara antara bangsa Tionghoa dengan kompeni Belanda yang terkenal dengan GEGER Pecinan, M. Nur Iman bersama sahabatnya memilih meninggalkan istana ke arah barat untuk mencari tempat yang akan mereka dirikan pesantren. Selain berdakwah, mereka juga menanamkan jiwa patriotisme melawan kompeni kepada para rakyat yang mereka temui. Perjalanan ke barat itu sampai pada daerah hutan. Disana kemudian beliau bersama kedua abdinya bertapa untuk meminta petunjuk yang akhirnya pada waktu duha beliau mendapat petunjuk tempat yang bercahaya dan berbau wangi. Setelah itu beliau kemudian menghentikan tapanya dan membuat selamatan berupa ingkung yang dicampur dengan nasi jagung. Setelah selamatan selesai, beliau kemudian mulai membabad hutan tersebut untuk dijadikan lahan yang akhirnya menjadi desa mlangi. Berasal dari kata melang - melang ( bercahaya ) dan wangi ( harum ) serta tempat untuk mengajar ( mulangi ) agama Islam. tempat bertapa beliau kini berada di antara 4 saka masjid mlangi. Kyai Nur Iman kemudian mulai berdakwah di sana. Suatu ketika beliau pergi ke daerah yang bernama Kulon Progo. kedatangannya diterima dengan senang hati oleh demang yang bernama Hadiwongso ( penguasa daerah Gegulu ), yang kemudian demang beserta keluarganya tersebut memeluk islam. Dengan sangat hormat demang tersebut memohon agar M. Nur Iman sudi menikah dengan putrinya. Akhirnya M. Nur Iman dinikahkan dengan putri nya yang bernama Mursalah, sedangkan kedua sahabatnya juga dinikahkan dengan putrinya yang lain yang bernama Maemunah ( menikah dengan Sanusi ) dan Romlah ( menikah dengan Tanmisani).

Perselisihan antar kedua saudara M. Nur Iman tersebut akhirnya berakhir dengan perjanjian di desa Giyanti pada tahun 1755, kemudian dikenal dengan perjanjian Giyanti yang isinya antara lain :
  1. Kerajaan Mataram Kertosuro dibagi menjadi 2 bagian,
    • dari Prambanan ke timur menjadi milik Susuhunan Pakubuwono III, beribukota di Surokarto
    • dari Prambanan ke barat menjadi milik Pangeran Mangkubumi yang kemudian bergelar Sultan Hamengku Buwana I, beribukota di Yogyakarta.
  2. Pangeran Sambernyowo / RM. Said diberi kedudukan sebagai adipati dengan gelar Adipati Mangkunegara I dan diperbolehkan mendirikan sebuah Puro yang kemudian diberi nama Puro Mangkunegara.
Setelah peristiwa itu, keadaan kraton baru Jogjakarta masih belum aman. Kemudian atas permintaan dari banyak kerabat, akhirnya Kyai Nur Iman menjabat sebagai Raja I dengan gelar Hamengku Buwana I Yogyakarta. Hal ini untuk mengalap berkah dari beliau sebagai seorang ulama besar, semoga dengan perantara beliau Ketentraman segara tercapai. Setelah keadaan menjadi tenteram, Kyai Nur Iman kemudian kembali lagi ke mlangi dan diserahkannya Kraton Yogyakarta kepada adiknya ( pangeran mangkubumi ) dan bergelar Hamengku Buwana I.

Zaman Pemerintahan Hamengku Buwana I merupakan zaman keemasan Yogyakarta Hadiningrat. Setelah Hamengku Buwana I wafat, pemerintahan digantikan oleh putranya yan g bernama RM. Sundoro yang bergelar Hamengku Buwana II. Beliau sangat nasionalis dan rela berkorban untuk rakyatnya. Terlebih dalam pengembangan agama. hal ini terlihat dengan baiknya hubungan antara ulama dan umaro pada saat itu.

Pada masa pemerintahaan Hamengku Buwana II inilah Kyai Nur Iman Mlangi mengarahkan agar Raja membangun Empat Masjid besar untuk melengkapi dan mendampingi masjid yang sudah berdiri terlebih dahulu yaitu masjid yang berada di kampung Kauman, di samping kraton. Masjid yang akan dibangun tersebut disarankan oleh Kyai Nur iman dibangun di empat arah dan diberi nama Masjid Patok Nagari. Keempat masjid tersebut adalah :
  1. di sebelah Barat terletak di dusun Mlangi
  2. di sebelah Timur terletak di desa Babadan
  3. di sebelah Utara terletak di desa Ploso Kuning
  4. di sebelah Selatan terletak di desa Dongkelan.
Adapun pengurus masjid tersebut adalah putra - putra Kyai Nur Iman Mlangi yakni :
  1. Masjid Ploso Kuning di urus oleh Kyai Mursodo
  2. Masjid babadan diurus oleh kyai Ageng Karang Besari
  3. Masjid Dongklelan diurus oleh Kyai Hasan Besari
  4. Masjid Mlangi diurus oleh Kyai Nur Iman Mlangi sendiri
Masjid - masjid tersebut kemudian terkenal dengan Masjid Kagungan Dalem atau Masjid Kasultanan, dan pengurus takmir pada saat itu termasuk abdi dalem kraton.

Sesuai dengan Amanah Hamengku Buwana II, maka Hamengku Buwana III melakukan perlawanan kepada penjajah. Sikap patroitisme dan nasionalisme tersebut beliau wariskan kepada putranya yang bernama Kanjeng Pangeran Diponegoro. Pangeran Diponegoro dengan semangat tinggi dan keyakinan Jihad Fi sabillillah memerangi Belanda. Hal ini tercermin dari pakaian yang ia kenakan. Perang Diponegoro berlangsung pada tahun 1825 - 1830. Perang Diponegoro ini pun melibatkan anak cucu dari Mbah Kyai Nur Iman Mlangi. salahsatu putr a Kyai Nur Iman Mlangi yang gugur dalam perang ini bernama Kyai Salim. Beliau wafat di desa Ndimoyo. Selanjutnya beliau terkenal dengan sebutan Kyai Sahid.

Tipu daya licik Belanda akhirnya dapat mengakhiri perang Diponegoro. Pangeran Diponegoro tertangkap di Magelang dalam sabuah perundingan. Pengawal Pribadi Pangeran Diponegoro juga iku ditangkap saat itu. Ia bernama Kyai Hasan Besari yang merupakan putra dari Kyai Nur Iman Mlangi. Mereka kemudian diasingkan ke Menado.

Setelah Perang Diponegoro berakhir, kompeni berani menghadap Hamengku Buwana III. Kompeni membujuk dan memutar balikkan fakta kepada Sultan dengan mengatakan bahwa Pangeran Diponegoro dan pengikutnya adalah pemberontak. hal ini membuat pengikut Pangeran Diponegoro yang masih tersisa termasuk para putra wayah Mbah Kyai Nur Iman Mlangi tidak berani kembali ke desanya karena takut ditangkap kompeni. Di mana tempat yang dianggap aman, disanalah mereka tinggal. Sehingga secara tidak langsung terjadilah penyebaran penduduk dan keturunan dari Kyai Nur Iman Mlangi yang tidak hanya tersebar di daerah Yogyakarta dan Jawa Tengah saja , tetapi juga menyebar hingga ke Jawa Barat dan Jawa Timur, bahkan ada yang di luar Jawa. Sementara itu Mbah Kyai Nur Iman memilih tinggal di desa Mlangi sampai akhir hayatnya. Kyai Nur Iman Mlangi dimakamkan di belakang masjid. Makam tersebut kemudian terkenal denan sebutan makan Pangeran Bei / Pesareyan Kagungan Dalem Kasultanan, sehingga gapura masuk Kompeks tersebut bercirikan Kraton.

Seperti makam para Auliya' dan Ulama besar yang lain, makam Mbah Kyai Nur Iman juga banyak dikunjungi peziarah baik rombongan maupun perorangan yang berasal dari luar daerah, bahkan ada yang berasal dari luar pulau Jawa.

Keturunan Mbah Kyai Nur Iman

Putra mbah Kyai Nur Iman Mlangi ada yang diangkat sebagai Bupati Kedu, Beliau bernama Kyai Taptojani. Ada juga yang diangkat sebagai penghulu Kraton Yogyakarta. Beliau bernama Kyai Nawawi.
Sampai saat ini di desa Mlangi berdiri beberapa Ponpes yaitu :
  1. PP. Al Miftah yang diasuh oleh Kyai Sirrudin dan diteruskan oleh KH. Munahar
  2. PP As Salafiyyah yang diasuh oleh Kyai Masduqi dan diteruskan oleh KH. Suja'i Masduqi
  3. PP. Al Falahiyyah yang diasuh oleh KH. Zamrudin dan diteruskan oleh Nyai hj. Zamrudin
  4. PP. Al Huda yang diasuh oleh KH. Muchtar Dawam
  5. PP. Mlangi Timur yang diasuh oleh KH. Wafirudin dan diteruskan oleh Nyai Hj. Wafirudin
  6. PP. Hujjatul Islam yang diasuh oleh KH. Qothrul Aziz
  7. PP. As Salimiyyah yang diasuh oleh KH. Salimi
  8. PP. An Nasyath yang diasuh oleh KH. Sami'an
  9. PP. Ar Risalah yang diasuh oleh KH. Abdullah
  10. PP. Hidayatul Mubtadin yang diasuh oleh KH. Nur Iman Muqim
Adapun Ponpes yang ada diluar Yogyakarta dan masih keturunan Mbah Kyai Nur Iman Mlangi adalah :
  1. PP. Watu Congol Muntilan yang diasuh oleh KH. Ahmad Abdul Haq
  2. PP. Tegalrejo Magelang yang diasuh oleh KH. Abdurrahman Khudlori
  3. PP. Al Asy'ariyyah Kalibeber Wonosobo yang diasuh oleh KH. Muntaha
  4. PP. Bambu runcing Parakan Temanggung yang diasuh oleh KH. Muhaiminan
  5. PP. Secang Sempu Magelang yang diasuh oleh KH. Ismail Ali
  6. PP. Nurul Iman Jambi yang diasuh oleh KH. Sohib dan Nyai Hj, Bahriyah

Karya Mbah Kyai Nur Iman

Karya Mbah Kyai Nur Iman Mlangi antara lain :
  1. Kitab Taqwim ( Ringkasan Ilmu Nahwu )
  2. Kitab Ilmu Sorof ( Ringkasan Ilmu Sorof )
Di museum Diponegoro Magelang juga terdapat peninggalan dari Pangeran Diponegoro berupa kitab yang selalu Beliau baca. Kitab tersebut adalah kitab karya Mbah Kyai Nur Iman Mlangi.

Peninggalan Mbah Kyai Nur Iman

Pada Tahun 1953 Masjid Mlangi diserahkan kepada rakyat dan diberi nama Masjid Jami' Mlangi. Serah terima dari Hamengku Buwana IX kepada masyarakat diwakili oleh alim ulama dan tokoh masyarakat, antara lain :
  1. Kyai Sirudin
  2. Kyai Masduki
  3. M. Ngasim
Tradisi peninggalan Mbah Kyai Nur Iman Mlangi yang masih dilestarikan sampai saat ini antara lain :
  1. Ziaroh / ngirim ahli kubur dengan membaca tahlil dan Al Quran, surat Al Ikhlas dan lain lain.
  2. Membaca sholawat Tunjina ( untuk memohon keselamatan di dalam setiap hajatan )
  3. Membaca sholawat Nariyah ( untuk memohon keselamatan pada hajatan seperti orang hamil dan lain lain )
  4. Membaca kalimat Thoyyibah, tahlil Pitung Leksa ( Khususnya jika diperlukan untuk obat / tombo sapu jagad )
  5. Manakib Abdulqodiran
  6. Barjanji / Rodadan
  7. Sholawatan / Kojan dan lain- lain.

Murid Mbah Kyai Nur Iman

Salah satu murid Mbah Kyai Nur Iman Mlangi yang berhasil meneruskan perjuangannya di jawa timur adalah Kyai Abdul Karim ( salah satu dari tiga orang pendiri pondok pesantren Lirboyo Kediri ), dimana salah seorang cucunya yakni Kyai Maksum ( Gus Maksum ) juga mewarisi kakeknya tidak hanya di dunia dakwah, melainkan juga di dunia pencaksilat Indonesia.

Peringatan Khaul Mbah Kyai Nur Iman

Untuk mengenang dan menghormati jasa Mbah Kyai Nur Iman Mlangi, para Alim Ulama dan tokoh masyarakat sepakat mengadakan khaul yang diselenggarakan setiap tahun pada bulan Suro / Muharram malam tanggal 15.

Silsilah Kyai Nur Iman

Riwayat Kyai Nur Iman / RM. Sandeyo Mlangi dan Silsilahnya

Silsilah Mataram Kertosuro ( PUSTAKA DARAH ) dan Kyai Ageng Mlangi
Brawijaya Terakhir ;
Bondan Gejawan ( Ki Ageng Tarub III );
Ki Ageng Getas Pandawa;
Ki Ageng Sela;
Ki Ageng Nis;
Kyai Ageng Pemanahan;
Panembahan Senopati;
Prabu Anyokrowati;
Prabu Sultan Agung Anyokrokusumo
Prabu Amangkurat I
Prabu Amangkurat II ( Pangeran Puger )
Prabu Amangkurat IV ( Amangkurat Jawa ) RM. Suryo Putro

RM Suryo Putro menurunkan
1. RM. Sandeyo ( Kyai Nur Iman Mlangi / KGP Angabehi Kertosuro )
2. KPA. Mangkunegoro I
3. KPA. Danupojo
4. RA. Pringgolojo
5. K. Susuhunan PB. II Surokarto
6. KPA. Pamot
7. KPA. Hadiwidjojo
8. KPA. Hadinegoro
9. K. Ratu Madunegoro
10. K. Sultan HB. I Ngajogjakarta
11. KP. Rogo Purboyo
12. KGPA. Panular
13. KGPA. Blitar
14. RA. Surodiningrat
15. KPA. Buminoto - Sultan Dandun Mertengsari - Adipati Setjoningrat - Panembahan Bintoro
16. KP. Singosari ( KP. Joko )
17. KGPA. Mataram
18. KGP. Martoseno
19. RA. Hendronoto
20. KGPA. Selarong
21. KGPA. Prang Uledono
22. KGPA. Buminoto

RM. sandeyo ( Kyai Nur Iman Mlangi ) mempunyai 5 orang istri yaitu :
1. Garwa Gegulu, dari istri ini beliau menurunkan ;
1. RM. Mursodo
2. RM. Nawawi
3. RM Syafangatun
4. RM. TAptojani - Kyai Kedu
5. RA. Cholifah / Kyai Mansyur
6. RA. Muhammad
7. RA. Nurfakih / Murfakiyyah
8. RA. Muso - Kyai Sragen
9. RM Chasan Bisri / Muhsin Besari
10. RA. Mursilah Ngabdul Karim

2. Garwa Surati, dari istri ini beliau menurunkan ;
1. RA Muhammad Soleh
2. RM Salim
3. RA. Jaelani

3. Garwa Kitung, dari istri ini beliau menurunkan ;
1. RA. Abutohir
2. RA. Mas Tumenggung

4. Garwa Bijanganten, dari istri ini beliau menurunkan ;
1. RA. Nurjamin

5. Garwa Putri Campa, dari istri ini beliau menurunkan ;
1. RM. Masyur Muchyidinirofingi ( Kyai Guru Loning )
1. KYAI GURU LUNING peputra :
saking garwa Puteri Pengulu Demak :
2. RM. Haji Abdurrahman Pengulu Demak
saking garwa Alang - alang Amba Purworejo :
1. RA. Nyai Haji Abdul Ghani Kauman Purworejo ( putra gawan )
2. RA. Nyai Haji Ishack Alang – alang Amba ( putra gawan )
3. Nyai Fatimah / Kyai Sayyid Taslim Tirip
4. RA. Jamilah ( Nyai Sangid ) Luning
5. RM. Haji Muhammad Nur Pengulu Landrat Purworejo
6. RM. Kyai Bustam Kemiri
saking garwa Puteri Patih Dipodirjo :
1. Haji Yusack al Hafidz ( putra gawan )
2. Palil ( putra gawan )
3. RM. Muhammad Zein guru Qurro Solotiyang Loano
4. RM. Kyai Mahmud Luning Kemiri
5. RA. Nyai Istad ( Kyai Abdurrohman Bedug Bagelen )
6. RM. Haji Soleh Kyai Luning Kemiri
saking garwa Puteri Lurah Kroyo Purworejo :
1. RM. Hamid Sucen Tritis Bayan Purworejo
saking garwa Puteri Kyai Soleh Qulhu Salaman Magelang :
1. RM. Haji Abdullah Mahlan Luning
PRA PUTRA WAYAH SAK TURUNIPUN KYAI GURU LUNING
RA. FATIMAH / KYAI SAYYID TASLIM TIRIP peputra :
1. Sayyid RM. Abdurrahman Kyai Tirip Gebang peputra : ( garwa kyai Sayyid R.Abudrrohman wonten kalih, ananging dereng dipun sumerepi asma – asmanipun. Garwa sepindah saking Sucen, garwa kaping kalih saking Bulus )
Kaliyan garwa Sucen ;
1. Sayyidah RA. Roikhanah Plumbon peputra ;
1. Sayyidah RA. Rughoyah / Makmun Kebumen peputra ;
1. Sayyidah RA. Rokhimah
2. Sayyidah RA. Kharisoh Rantewringin peputra ;
1. Sayyidah RA. Nurul
2. Sayyidah RA. Retno
3. Sayyid R. Beni
3. Sayyidah RA. Khotmah Tasikmalaya peputra ;
4. Sayyidah RA. Halimah Tasik Malaya peputra ;
5. Sayyidah RA. Honimah peputra ;
1. Sayyid R. Muh. Rafi Ananda / Tuti Khusniati Al Maki
2. Sayyidah RA. Aila Rezannia / Poedjo Rahardjo
6. Sayyidah RA. Soimah peputra ;
1. Sayyid R. Arif Hidayat
2. Sayyidah RA. Titin Rahayuningsih
3. Sayyid R. Teguh Priyatno
4. Sayyidah RA. Nur Fatmawati
5. Sayyidah RA. Diyah Kurniasari
2. Sayyidah RA. Rofqoniyah / Kyai Matori Jatisari Kebumen peputra ;
1. Sayyid KH. R. Salim Al Mator Jatisari peputra ;
1. Sayyid R. Tobagus Muslihudin Aziz
2. Sayyidah RA. Hikmatul Hasanah
3. Sayyidah RA. Maksumah Kurniawati
4. Sayyid R. Musyafa Firman Iswahyudi
5. Sayyidah RA. Retno Auliyatussangadah
6. Sayyidah RA. Eta Fatmawati Auliyatul Ummah
2. Sayyidah RA. Songidah
3. Sayyidah RA. Sangadatun Diniyah
4. Sayyid Kyai R. Khumsosi Al Mator peputra ;
1. Sayyidah RA. Siti Khulasoh
2. Sayyidah RA. Siti Fatimah
3. Sayyid R. Lukman Zein
4. Sayyidah RA. Anis Siti Kharimah
5. Sayyidah RA. Siti Khomsiati
6. Sayyid R. Anas Mufadhol
5. Sayyid H. R. Makmuri
6. Sayyid R. Muslim
3. Sayyid R. Sanusi Prembun peputra ;
1. Sayyidah RA. Sol ? Peputra ;
2. Sayyidah RA. Salamah peputra ;
4. Sayyid R. Sugeng
5. Sayyid R. Dulqodir
2. Sayyidah RA. Fatimah peputra ;
Kaliyan garwa I / Jazuli ;
1. Sayyid. R. Mad Amin
2. Sayyidah RA. Rohmah
3. Sayyidah RA. Romlah
4. Sayyidah RA. Ruqoyah
Kaliyan garwa II / Haji Siroj ;
1. Sayyidah RA. Zuhriyah
2. Sayyid R. Yazid
3. Sayyid R. Zahrowardi
4. Sayyidah RA. Nguluwiyah
5. Sayyid R. Zarnuji
2. Sayyidah RA. Jamilah ( Nyai Ibrahim ) Pengulu Landrat Kebumen
3. Sayyidah RM. Aisyah / Kyai Abu Sujak Kemiri
4. Kyai Sayyid R. Abdurrohim bin Kyai Sayyid Taslim ( kagungan garwa kalih inggih punika RA. Baingah binti RM. H. Muhammad Nur bin Kyai Guru Luning kaliyan garwa Alang – alang Amba lan RA. Nafingah binti RM. Chamid Triris bin Kyai Guru Luning kaliyan garwa Putri Lurah Kroyo, ananging dereng dipun sumerepi pundi ingkang garwa sepindah lan pundi garwa ingkang kaping kalih ) :
Saking garwa I peputra :
1. 1. Sayyid R. Mahasin
2. 2. Sayyidah RA. Hasbiyah
3. 3. Sayyid R. Khojin
4. 4. Sayyid R. Baedowi
5. 5. Sayyidah RA. Maksumah
6. 6. Sayyid R. Abdullah
Saking garwa II peputra :
1. Kyai Sayyid R. Muhyi / Mukti alm. Perangan Purwoharjo Banyuwangi
2. Sayyidah RA. Munawaroh ( Sumatera , ananging ngantos dumugi sak punika dereng wonten pawartosipun )
3. KH. Sayyid R Sya'roni alm. Temurjo Purwoharjo Banyuwangi
4. Kyai Sayyid R. Abdal alm. Perangan Purwoharjo Banyuwangi
5. Kyai Sayyid R. Azhad alm. Perangan Purwoharjo Banyuwangi
6. Kyai Sayyid R. Hamdullah Buluagung Siliragung Banyuwangi
7. Kyai Sayyid R. Din Alm.
8. Kyai Sayyid R. Fatkhan
5. Sayyid RM. Jahet Kyai Tirip Gebang kaliyan garwa Putri Termas peputra ;
1. Sayyid R. Nawawi

Kaliyan garwa Syarifah Zaenab peputra ;
1. Sayyidah RA. Nyi Syarifah Baroroh
6. Sayyidah RA. Suyud / Kyai Suyud Karangrejo Kutoarjo

RA. JAMILAH / KYAI SANGID LUNING KEMIRI peputra :
1. RA. Jaenab / Nyai Muhyidin Kuwangsan Kemiri
2. RA. Jemblem / Nyai Muhammad Socheh Sutoragan
3. RA. Klentheng / Nyai Muso Luning
4. RM. Abdul Aziz / Kyai Sucen Beji Bayan peputra ;
1. R. Muh. Royani peputra ;
1. RA. Bahiyah
2. RA. Suwaibah
3. R. Sumedi
4. R. Nurrahman
2. R. Muh. Ibrahim peputra ;
1. R. Haji Muh. Tachrir
2. R. Muh. Jawad ( putra no. 5 )
3. R. Mufid ( putra no. 6 )
3. R. Muh. Juri peputra ;
1. R. Muh. Tafsir
4. RA. Suniyah /Nyai Haji Nur
5. R. Muh. Hasyim
5. RM. Barzachi / Pengulu Naib Garung Wonosobo
6. RM. Muhammad Anis Kyai Luning
7. RA. Suwuh Joyosumarmo
RM. HAJI MUHAMMAD NUR / PENGULU LANDRAT PURWOREJO peputra :
1. RM. Haji Rofingi Ketib Kutoarjo
2. RM. haji Kistubo Ketib Purworejo
3. RA. Chadijah / Kyai Marzuki Kutoarjo
4. RA. Nyai Judi Sucen Tritis
5. RA. Nyai Baingah / Kyai Abdurrohim Gebang
6. RA. Rodiyah / Nyai Tambeh Kutoarjo
7. RA. Tutik / Haji Siraj Ketib Kutoarjo
8. RM. KH. Chusen Pengulu Bayan peputra ;
1. RA. Denok
9. RM. Baliyo Kutoarjo
10. RA. Badaruddin Kyai Solotiyang peputra ;
1. RA. Nyai Siti Hajiroh ( putra no . 4 ) mboten peputra lajeng ngangkat RA. Mustanginah Chalimi
2. Kyai R. Dachlan Kaliboto ( kaliyan nyai Zaenab ) peputra ;
1. RA. Ulfah
2. RA. Mustafidah
3. R. Ahmad Najib
4. RA. Malichah
5. Ra. Zumaroh
kaliyan R. Siti Chotijah Maron peputra ;
1. RA. Cholisoh peputra ;
1. RA. Anis Arifah
2. RA. Naim Mardiyah
3. R. Imron Hakim
4. RA. Umi Latifah
5. R. Agus Sukur Salim
6. R. Muhajir
2. R. Abdul Ghofir peputra ;
1. R. Naufal Mujtaba Alluabab
2. RA. Kuni Sufia Labibah
3. R. Zainal Abidin peputra ;
1. RA. Sofri Inayah
2. R. Chalifurifai
4. R. Dimyati
5. RA. Maghfuroh Muslim peputra ;
1. R. Bahaudin
2. R. Abdul Chamid
6. RA. Wafiroh Rifai peputra ;
1. Choirul Hadi
RM. KYAI BUSTAM LUNING peputra :
1. RM. Suyud Kyai Karang Rejo Kutoarjo
2. RA. Nuriyah Fadil Solotiyang Loano I
3. RM. Muhammad Siraj Kyai Luning
4. RM. Muhammad Jawad Luning ( seda timur )
5. RA. Aminah Nyai Fadil Solotiyang Loano II
NYAI HAJI ISHACK ALANG – ALANG AMBA ( putra gawan ) peputra :
1. Machrus ( putra mantunipun Ki Jayeng Kewuh, mukim wonten ing leripun mesjid Luning )
RA. NYAI ISTAD ( Kyai Abdurrahman Bedug Bagelen ) peputra :
1. RA. Nyai Abu Masngud Sangubanyu Grabag
2. RA. Nyai Abdul Qodir Piyono Grabag
3. RM. Kyai Sadali Bedug Bagelen
4. RM. Kyai Aftadi ( seda timur )
5. RA. haji Abdullah Faqih Kedung Kuali Purwodadi Purworejo
RM. BAHRUN / KH. SOLEH LUNING KEMIRI peputra :
1. RA. Aisyah Nyai Kemangguan Krakal Kebumen
2. RA. Muhammad Sahlan Luning
3. RM. Chaidar Pituruh Kutoarjo
4. RA. Chamidah Pensiunan Mantri Guru Wadaslintang
RM. CHAMID KYAI SUCEN TRITIS BAYAN peputra :
1. RM. Haji Judi Kyai Tritis
2. RA. Ngusman Kyai Tritis Sucen
3. Umi Tambak Banyumas
4. RA. Nafingah / Nyai Abdurrohim Gebang
5. RM. Haji Dachlan Al Hafidz Kalikepuh peputra ;
1. RA. Nyai Saodah
2. RM. Kyai Bastomi ( Klepuh ) peputra ;
1. RA. Nyai Murdiyah Ali
2. RA. Anisah Al Is
3. R.Muhammad Wahyudin F. Arrofingi
4. R. Nurul Ilmi
5. R. Ahmad Sirojudin
6. R. Chamid Dahlan
7. R. Ruqoyah
8. R. Nihayah
3. RA. Nyai Jariyah
4. RM. KH. Abu Hasan / Nur Muhammad Adikarso Kebumen kaliyan Sayyidah Siti Hafsoh binti Kyai Sayyid Ahmad Hisyam bin Kyai Sayyid Habib ibni Sayyidah Nyai Murtaman binti Kyai Sayyid Taslim Tirip peputra ;
1. Kyai Sayyid R. Habibullah
2. KH. Sayyid R. Muh. Nawawi Hisyam ( Gus Wawi Adikarso Kebumen )
3. Kyai Sayyid R. Mahrus Muqorrobin
4. Sayyidah RA. Siti Halimah
5. Kyai Sayyid R. Muh Ali Dimyati
6. Kyai Sayyid R. Zainul Arifin
7. Sayyidah RA. Fatimah
8. Sayyidah RA. Siti Halimah
9. Sayyidah RA. Nafisah

6. RA. Khasanah / Nyai Sayyid Ahmad Al Atas Sucen Tritis peputra ;
1. Sayyid R. Abdurrahman ( kaliyan garwa Rng. Siti Chotijah ) peputra ;
1. Sarifah RA. Syifak
2. Syarifah RA. Nurhayati
3. Syarif R. H. Muhajir
4. Syarif R. Ali
5. Syarifah RA. Slimun

7. RM. Ahmad Kroyo Kutoarjo peputra ;
1. Prof. DR. Internis R. Ali Sulaiman ( putra no. 5 )

8. RM. Haji Bakri Kyai Tritis peputra ;
1. RA. Chabsoh
2. R. Ibnu Kosim
3. RA. Mutmainah
4. R. Toha
5. R. Turkisi peputra ;
1. RA. Fatchuriyah
2. RA. Musarofah
3. R. Nasir Hamid
4. R. Muhajir Sa'dulloh
5. RA. Nur Munawaroh
6. R. Ibrahim Amin
7. R. Ahmad Chomsin
8. R. Makinun Amin
6. RA. Afdoliyah
7. RA. Siti Aisyah
9. RA. Nyai Bahiyah / Nyai Pekalongan Kebumen
10. RM. Kyai Abdullah Mukri Luning

RM. HAJI ABDULLAH MAHLAN LUNING peputra :
1. RM. Imam Sutoragan Kemiri
2. RA. Sofiyah Hadiwinangun Magelang
3. RA. Fatonah Gembor
4. RA. Musoharotun
5. RM. Muhammad Kyai Luning
6. RM. Muhammad Hadikusumo Surabaya
7. RA. Istifaiyah Luning
jangkepan Pra Turunipun Kyai Guru Luning

Kyai Sayyid R. Muhyi / Mukti bin Kyai Sayyid R. Abdurrohim Tirip peputra :
1. Sayyid R. Muflih Perangan
2. Sayyid R. Muh. Miftah Perangan
3. Sayyid R. Mudatsir
4. Sayyidah RA. Muhsonah
5. Sayyidah RA. Mu'awah Seneporejo Siliragung
6. Sayyid R. Muzamil
7. Sayyidah RA. Mudzrikah
8. Kyai Sayyid R. Munhamir Tamanagung Cluring Banyuwangi
9. Sayyidah Mustaqimah Sukorejo

KH. Sayyid R. Sya'roni Temurejo bin Kyai Sayyid R. Abdurrohim Tirip peputra :
1. Sayyidah RA. Mutmainah
2. Sayyid R. Sairu
3. Sayyid R. Khamami
4. Sayyid R. Jami'ah
5. Sayyid R. Jauhar
6. Sayyid R. Halimi

Kyai Sayyid R. Azhad alm. Perangan Purwoharjo bin Kyai Sayyid R. Abdurrohim Tirip peputra :
1. Kyai Sayyid R. Mustofa Azhad Perangan
2. Kyai Sayyid R. Toha Azhad Merauke Irian Jaya
3. Kyai Sayyid R. Musta'in Azhad alm.
4. Kyai Sayyid R. M. Yasin Azhad Perangan
5. Sayyidah RA. Siti Aminah Azhad Ngadirejo Purwoharjo
6. Sayyidah RA. Siti Hanifah Azhad Perangan
7. Kyai Sayyid R. Halimu Shodiq Azhad Perangan
8. Kyai Sayyid R. Nur Hamid azhad Perangan

Kyai Sayyid R. Mustofa Azhad Perangan peputra :
1. Sayyid R. Ahmad Nasihudin Al Bahiri
2. Sayyidah RA. Latifah

Kyai Sayyid R. Thoha Azhad Merauke Irian Jaya peputra :
1. Sayyid R. Habiburrohim
2. Sayyidah RA. Nihayatus Zuhriya

Kyai Sayyid R. Yasin Azhad Perangan peputra :
1. Sayyid R. Wafi
2. Sayyidah RA. A' lin Bil Hija

Sayyidah RA. Siti Aminah Azhad Perangan peputra :
1. Sayyid R. Ahmad Luqman Hakim
2. Sayyid R. Burhanudin Al Maki
3. Sayyid R. Abdurrahman
4. Sayyid R. Abdurrahim

Sayyidah RA. Siti Hanifah Azhad Perangan peputra :
1. Sayyid R. Utsman

Kyai Sayyid R. Halimu Shodiq Azhad Perangan peputra :
1. Sayyid R. Wildan Hadziqi

Kyai Nur Hamid Azhad Perangan peputra :
1. Sayyid R. Alan ' Adzim Al Aufa

Kyai Sayyid R. Hamdullah peputra :
1. Kyai Sayyid R. Ali Masngud Buluagung
2. Sayyidah RA. Sa'adah
3. Sayyid R. Zuhri
4. Sayyid R. Tasip

Terima kasih telah membaca artikel kami yang berjudul: Biografi dan Sejarah Kyai Nur Iman Mlangi, jangan lupa ikuti website kami dan silahkan bagikan artikel ini jika menurut Anda bermanfaat.

Pengalaman adalah Guru Terbaik. Oleh sebab itu, kita pasti bisa kalau kita terbiasa. Bukan karena kita luar biasa. Setinggi apa belajar kita, tidahlah menjadi jaminan kepuasan jiwa, yang paling utama seberapa besar kita memberi manfaat kepada sesama.