Bergabunglah di Grup WhatsApp PTS, ikuti Program Tadarus setiap periode 15 hari DISINI
{{ date }}
{{ time }}
Sudah SHOLAT kah Anda?

Biografi Syaikh Syihabuddin ar Ramli - Pengarang Nihayatu al Muhtaj

Biografi Syaikh Syihabuddin ar Ramli Pengarang Nihayatu al Muhtaj
Biografi Syaikh Syihabuddin ar Ramli Pengarang Nihayatu al Muhtaj

Biografi Singkat

Syaikh Syihabuddin ar Ramli atau nama lengkapnya Al-Imam Syi­habuddin Ahmad bin Ahmad bin Hamzah Ar-Ramli Al-Manufi Al-Mishri Al-Anshari Asy-Syafii. Beliau lahir di Mesir pada masa kekuasaan Al-Malik Azh-Zhahir Abu Sa’id. Tak ada keterangan tahun kelahirannya. Namun sebagian penulis biografi dan sejarah memperkirakan, Ar-Ramli lahir pada tahun 860-an Hijriyyah.

Ia dikenal dengan sebutan Ar-Ramli, yaitu nisbah kepada sebuah desa kecil bernama Ramlah, Manufiah, distrik Dimyath, yang dekat dengan daerah Maniyah Al-‘Athar ke arah masjid Nabi Khidhir AS.

Pada tahun 886 H/1481M, petir besar telah menyambar bagian Masjid Nabawi, sehingga menara yang berada di atas persemayaman Nabi turut terbakar. Hampir tidak ada yang selamat selain kubah makam Nabi Muhammad SAW.

Tatkala mendengar kabar tersebut, Sultan Qaitbay dan orang-orang Mesir menangis. Sebagai pemegang tampuk kekuasaan di Mesir dan sekitarnya dan sebagai penanggung jawab atas dua kota suci, sultan mengirim dutanya untuk merenovasi bangunan Masjid Nabawi.

Syihabuddin Ar-Ramli, yang ketika itu berumur 16 tahun, turut serta pergi ke Hijaz dalam bagian rombongan duta Sultan Qaitbay. Rombongan yang dipimpin Syamsuddin Muhammad bin Zaman ini menyertakan beberapa tenaga bangunan, tukang kayu, tukang batu marmer, dan lain-lain. Tidak ada keterangan, apakah Syihabuddin Ar-Ramli muda ini termasuk dalam kelompok tenaga bangunan, tukang kayu, atau yang lainnya. Menurut sebagian riwayat, beliau tidak termasuk dalam kelompok tenaga bangunan, karena dalam biografinya disebutkan bahwa ia belajar di Al-Azhar kemudian menghafalkan Al-Qur’an, hadits, dan fiqih empat madzhab.

Imam Abdul Wahhab Asy-Sya’rani dalam Thabaqat karyanya, mengatakan, Syaikh Syihabuddin Ar-Ramli dikenal sebagai seorang imam yang shalih dan pemuka ulama Mesir, Hijaz, dan Syam. Barangkali kepergiannya bersama duta sultan ini merupakan bentuk kepeduliannya saat mendengar Masjid Nabawi terbakar. Ia yakin, ruangan Nabi SAW akan selamat, tidak terkena malapetaka, selamanya.

Selama masa renovasi hingga selesainya, Syihabudddin Ar-Ramli tetap tinggal di Madinah, tidak pulang bersama para rombongan ke Mesir, untuk menimba ilmu dan belajar fiqih kepada ulama-ulama Hijaz.

Kembali dan Mengajar

Setelah sekian lama tinggal di Hijaz, Syihab muda pergi ke Syam dan menetap beberapa waktu untuk belajar kepada pemuka agama, ahli fatwa, dan ulama-ulama yang memberi kontribusi dalam pengetahuannya.

Ketika kembali ke Kairo pada masa kekuasaan Sultan Qanshuh Al-Ghuri, ketenarannya telah menyebar ke semua penjuru Mesir, khususnya ulama-ulama fiqih Madzhab Syafii. Ini merupakan salah satu sebab mengapa Sultan Al-Ghuri menugasinya mengajar di Madrasah An-Nashiriyyah di Qarafah.

Madrasah An-Nashiriyyah terletak di dekat kubah Imam Syafii. Madrasah ini dibangun oleh Sultan Malik An-Nashir Shalahuddin Al-Ayyubi dari Dinasti Ayubiyyah dan dikhususkan untuk belajar fiqih madzhab Imam Syafi’i. Sultan Malik juga menyediakan kepada para pengajar 40 dinar per bulan dan roti sebanyak 60 kantung per hari. Sultan pun menetapkan asisten pengajar dan para pelajar pilihan. Sultan juga mewakafkan permandian umum (Hammam) di sebelah madrasah dan toko-toko di luarnya.

Al-Maqrizi mengisahkan, kegiatan belajar-mengajar di Madrasah An-Nashiriyah diurus oleh para pembesar, seperti Al-Qadhi Taqiyyuddin Muhammad bin Razin Al-Hamawi, Ibn Daqiq Al-‘Id, Burhanudin Al-Hadr As-Sanjari.

Sosok yang Melayani

Tentang sosoknya, Imam Asy-Sya’rani bercerita; Syaikh Syihabuddin ar Ramli adalah orang yang wara’, zuhud, alim, bagus keyakinannya, lebih-lebih di hadapan orang sufi. Ia selalu menjawab dan melayani dengan santun perkataan mereka, karena ia seorang imam dalam ilmu syara.

Imam Syihab juga guru yang amat mencintai murid-muridnya. Dalam hal ini Imam Asy-Sya’rani sendiri berkata, “Syaikh Syihabuddin ar Ramli sangat mencintaiku sebagaimana kecintaan tuan kepada sahayanya.”

Hampir seluruh ulama Madzhab Syafii di Mesir pada masanya itu adalah muridnya. Tidak ditemukan seorang alim bermadzhab Syafii kecuali dia adalah murid Syaikh Syihab atau cucu murid (murid-murid para murid dari murid-mu­ridnya). Semua permasalahan dari seluruh penjuru Mesir dikembalikan kepadanya, sehingga masyarakat sangat bergantung kepadanya, melebihi ketergantungan terhadap para gurunya di masing-masing tempat.

Tidak diragukan lagi, Syaikh Syihab memiliki posisi keilmuan yang sangat tinggi pada masanya. Kedudukannya membuat ulama besar dan senior Mesir lainnya, Syaikh Zakariya Al-Anshari, meminta dan mempersilakannya untuk mentahqiq (meneliti dan memperbaiki) karangan-karangannya, baik semasa hidupnya maupun sesudah wafatnya. Ini hal yang luar biasa, sebab Syaikh Zakariya tidak pernah memberikan izin dalam masalah ini kepada siapa pun.

Syaikh Syihab Ar-Ramli turut memperbaiki beberapa tema atau masalah dalam kitab Syarh al-Bahjah dan Syarh ar-Rawdh, karya Syaikh Zakariya yang di kemudian hari juga ditulis oleh putranya, Asy-Syams Ar-Ramli.

Syaikh Syihab juga mengarang beberapa kitab yang bernilai, seperti kitab Syarh az-Zubad dalam ilmu fiqih, yang merupakan kitab besar, yang di dalamnya berisi pentarjihan (memperkuat suatu dalil dengan sekian dalil lainnya), perdebatan, dan penyeleksiannya, yang telah diteliti ulang oleh Syaikh Nuruddin At-Tanuta’i, sebagaimana Syaikh Syamsuddin Al-Khatib mengumpulkan fatwa-fatwa Syaikh Syihab sehingga menjadi kitab yang besar dan berjilid-jilid.

Meskipun telah mencapai tingkat keilmuan, sastra, dan materi, yang tinggi, ia tetap menjadi sosok yang rendah hati. Disebutkan dalam Ath-Thabaqah al-Kubra, Syaikh Syihab melayani diri sendiri dan tidak memperkenankan seseorang membelikan kebutuhannya dari pasar sampai ia berusia lanjut dan lemah fisiknya.

Ia juga termasuk orang yang sangat dihormati dari seluruh tingkatan, khusus­nya tingkatan para wali, orang-orang jadzab (memiliki “kelebihan”, khariq lil ‘adah), dan sufi, seperti Syaikh Nuruddin Al-Musrifi dan Syaikh Ali Al-Khawwash.

Banyaknya ahli fiqih, ulama, dan pelajar yang hampir tidak pernah pergi dari sisinya baik siang maupun malam, tidak membuatnya lupa pada keluarga dan anak-anak. Syaikh Syihab tetap memberikan pendidikan terbaik kepada mereka, hingga salah satu anaknya yang mendapatkan gemblengannya menjadi salah seorang ulama terbesar Mesir, Syaikh Syamsuddin Muhammad bin Ahmad Ar-Ramli.

Wafatnya Syaikh Syihabuddin ar Ramli

Syaikh Syihabuddin Ahmad bin Hamzah Ar-Ramli wafat pada tahun 957 H/1550 M. Jenazahnya dishalati pada hari Jum’at di Masjid Al-Azhar oleh puluhan ribu manusia di sisi dalam dan luar masjid bersejarah tersebut. Imam Asy-Sya’rani memberitakan, “Aku tidak pernah melihat jenazah sebagaimana jenazah beliau. Di situ banyak manusia sehingga masjid pun penuh oleh jama’ah yang melaksanakan shalat jum’at pada waktu itu. Sampai-sampai sebagian dari mereka shalat Jum’at di masjid lainnya, lalu kembali ke Al-Azhar untuk menshalatinya dan memberi penghormatan terakhir untuknya.”

al-‘irq dassas, pangkal akar itu menyembul sekalipun terpendam di tanah.

Demikian pepatah Arab untuk menggambarkan faktor bibit keturunan yang baik. Artinya, akhlaq, kepintaran, kehebatan, dan kelebihan seorang ayah itu akan menurun kepada anak. Begitu juga Syaikh Sihabuddin Ar Ramli, akhalak dan keilmuannya menurun pada putranya al alim al ‘alamah Al-Imam Syamsuddin Muhammad bin Ahmad bin Hamzah Ar-Ramli Shaghirusy Syafii.

Terima kasih telah membaca artikel kami yang berjudul: Biografi Syaikh Syihabuddin ar Ramli - Pengarang Nihayatu al Muhtaj, jangan lupa ikuti website kami dan silahkan bagikan artikel ini jika menurut Anda bermanfaat.

Pengalaman adalah Guru Terbaik. Oleh sebab itu, kita pasti bisa kalau kita terbiasa. Bukan karena kita luar biasa. Setinggi apa belajar kita, tidahlah menjadi jaminan kepuasan jiwa, yang paling utama seberapa besar kita memberi manfaat kepada sesama.