Bergabunglah di Grup WhatsApp PTS, ikuti Program Tadarus setiap periode 15 hari DISINI
{{ date }}
{{ time }}
Sudah SHOLAT kah Anda?

Barus, Situs Islam Tertua di Indonesia

Situs Islam Tertua di Indonesia
Barus, Situs Islam Tertua di Indonesia

SYEKH Siradjuddin Abbas, seorang murid dari Mufti Makkah Syekh Said Yamani, menulis dalam bukunya "Sejarah dan Keagungan Madzhab Syafi'i", bahwa pada tahun 1963 ditemukan sebuah makam di Barus (Fansur) yang batu nisannya menyebutkan bahwa Syekh Rukunuddin wafat tanggal 13 Safar 48 H, dalam usia 102 tahun 2 bulan dan 10 hari. (Lihat "Sejarah dan Keagungan Madzhab Syafi'i", Jakarta: Pustaka Tarbiyah Baru, cet. 17, 2010, hlm. 307).

Syekh Siradjuddin Abbas bahkan memastikan bahwa Islam sudah masuk ke Indonesia pada tahun 17 H/638 Masehi. Data dan faktanya beliau paparkan dalam buku tersebut.

Qultu, tahun meninggalnya Syekh Rukunuddin di atas adalah pada masa Khalifah Muawiyah bin Abi Sufyan, Dinasti Bani Umayyah. Dan tentu, Syekh Rukunuddin telah datang di Barus jauh sebelum itu. Maka bisa dipastikan Islam masuk ke Indonesia memang sejak abad pertama hijriah, pada masa Khulafaur Rasyidin.

Selain itu, di Barus juga ditemukan makam Syekh Mahmud bin Abdurrahman bin Muadz bin Jabal (cucu sahabat Nabi) yang wafat pada tahun 44 H.

Barus terletak di dekat pesisir Pantai, menjadi tempat singgahnya para pelaut/pedagang lintas negara pada masa silam.

Bahkan, kata Buya Hamka, di Alquran disebutkan ayat إِنَّ الْأَبْرَارَ يَشْرَبُونَ مِن كَأْسٍ كَانَ مِزَاجُهَا كَافُورًا . Maksud kafura disitu adalah kapur Barus, yang diambil dari daerah Sumatera. Ini menandakan sudah adanya interaksi antara Indonesia dengan Timur Tengah.

Wallahu a'lam

Barus, Tapanuli Tengah, Sumatera Utara.

Terima kasih telah membaca artikel kami yang berjudul: Barus, Situs Islam Tertua di Indonesia, jangan lupa ikuti website kami dan silahkan bagikan artikel ini jika menurut Anda bermanfaat.

Pengalaman adalah Guru Terbaik. Oleh sebab itu, kita pasti bisa kalau kita terbiasa. Bukan karena kita luar biasa. Setinggi apa belajar kita, tidahlah menjadi jaminan kepuasan jiwa, yang paling utama seberapa besar kita memberi manfaat kepada sesama.