Biografi Kiai Abdul Karim Hasyim
Biografi Singkat Kiai Abdul Karim Hasyim
RIWAYAT HIDUP
Abdul Karim dilahirkan tanggal 30 Septenber 1919 M./1338 H,
di Tebuireng. Dengan nama kecil Abdul Majid, sejak kecil Abdul Karim
dididik langsung oleh kakaknya, Kiai Wahid Hasyim, serta kakak iparnya, Kiai
Baidlawi. Dia terkenal sebagai anak yang rajin belajar.
Masa pendidikannya lebih banyak dihabiskan di Tebuireng. Dia tercatat sebagai salah seorang siswa pertama Madrasah Nidzamiyah yang didirikan kakaknya, Kiai Wahid Hasyim.
Masa pendidikannya lebih banyak dihabiskan di Tebuireng. Dia tercatat sebagai salah seorang siswa pertama Madrasah Nidzamiyah yang didirikan kakaknya, Kiai Wahid Hasyim.
Selama Kiai Wahid Hasyim menjadi pengasuh Tebuireng,
Kiai Abdul Karim Hasyim sudah dipercaya sebagai wakilnya sejak tahun 1947.
Ketika Kiai Wahid diangkat manjadi Menteri Agama, kepemimpinan pesantren Tebuireng
manjadi kosong sehingga keluarga besar Bani Hasyim memilih Kiai Karim sebagai
penggantinya. Kiai Karim resmi menjadi pengasuh Tebuireng sejak
tanggal 1 Januari 1950 M.
Di kalangan pesantren, Kiai Karim terkenal sebagai ahli
bahasa dan sastra Arab. Beliau juga produktif menulis dengan nama samaran Akarhanaf,singkatan
dari Abdul Karim-Hasyim-Nafisah.
KELUARGA DAN KARIER
Pada tahun 1943, ketika Jepang berkuasa di Indonesia, Kiai
Karim menikah dengan Masykuroh, putri seorang kiai yang kaya raya di Jombang.
Melalui perkawinan ini, Kiai Karim dikaruniai empat putra, yaitu Muhammad
Nasir, Lilik Nailufari, Muhammad Hasyim, dan Lilik Nafiqoh.
Selain aktif di Tebuireng, Kiai Karim juga bekerja
sebagai KN I Kabupaten Jombang dan merangkap menjadi guru pada tahun 1945-1948.
Pada saat yang sama, Kiai Karim merangkap sebagai penghubung staf Grup M I di
pulau Jawa.
Lalu pada tahun 1954, ketika sudah tidak menjabat sebagai
pengasuh Tebuireng, Kiai Karim diangkat menjadi Ahli dan Pengawas Pendidikan
Agama di Semarang. Lalu pada tahun 1960, Kiai Karim dipindahkan ke wilayah
Surabaya dan Bojonegoro. Kemudian pada tahun 1968, dia diangkat menjadi dosen
luar biasa pada Fakultas Syari’ah IAIN Sunan Ampel Surabaya.
Sekitar tahun 1970-an, Kiai Karim masuk keanggotaan Partai
Golkar. Sikap ini sangat kontroversial di kalangan pesantren, yang saat itu
umumnya berpartai Islam. Konon, beliau masuk Golkar karena diajak oleh salah
seorang pejabat di Jombang, dengan petimbangan bahwa perjuangan Islam tidak
selamanya hanya di pesantren. Dakwah juga tidak selamanya di dalam partai
Islam. Di Golkar juga membutuhkan siraman rohani, sehingga pemerintahan Orde
Baru yang semuanya anggota Golkar perlu mendapat siraman rohani dari orang
pesantren. Dakwah seperti ini, menurut Kiai Karim, merupakan konsep saling
mengisi antar ulama dan umaro.
Pada pemilu tahun 1971, di mana partai Golkar mendapat suara
62,8 % dan memperoleh 227 kursi di parlemen, Kiai Karim terpilih sebagai salah
satu anggota DPR-RI dari fraksi Golongan Karya.
KEPEMIMPINAN DI TEBUIRENG
Selama satu tahun memimpin Tebuireng, Kiai Karim banyak
melakukan reorganisasi dan revitalisasi sistem madrasah. Pada masa
kepemimpinannya, madrasah-madrasah di berbagai pesantren sedang mengalami
masa-masa suram. Dikatakan suram karena sejak penyerahan KedaulatanRI dari
pemerintah Belanda kepada pemerintah RI tahun 1949, Pemerintah lebih
memprioritastan sistem persekolahan formal (schooling) daripada madrasah.
Sebuah perlakuan diskriminatif yang tidak adil. Perlakuan diskriminatif lainnya
terlihat dari keputusan bahwa yang boleh menjadi pegawai negeri hanya mereka
yang lulus sekolah umum.
Oleh sebab itu, madrasah-madrasah di Tebuireng pun
akhirnya diformalkan sesuai dengan sistem persekolahan. Jika sebelumnya jenjang
madrasah hanya dua tingkat, yakni Shifir dan Ibtidaiyah, pada masa
Kiai Karim ditambah menjadi tiga tingkat. Yaitu Shifir dua tahun,
Ibtidaiyah enam tahun, dan Tsanawiyah tiga tahun. Periode Kiai Karim merupakan
masa transisi menuju intregasi sistem salaf dan sistem formal. Inilah tonggak
awal dimulainya era pendidikan formal di Pesantren Tebuireng, yang
kemudian diikuti oleh sejumlah pondok pesantren lainnya, khususnya di tanah
Jawa.
Pada masa Kiai Karim, didirikan pula Madrasah Mu’allimin enam
tahun. Jenjang ini lebih berorientasi pada pencetakan calon guru yang memilki
kelayakan mengajar. Selain pelajaran agama dan umum, para siswa Mu’allimin juga
dibekali keahlian mengajar seperti didaktik-metodik dan ilmu psikologi. Dengan
adanya jenjang Mu’allimin, permintaan tenaga guru dari berbagai daerah
dapat dipenuhi.
Setelah satu tahun mengasuh Tebuireng, Kiai Karim
menyerahkan estafet kepemimpinan kepada Kiai Baidlawi, yang merupakan kakak
iparnya sendiri. Pergantian jabatan pengasuh Tebuireng dari Kiai
Karim kepada Kiai Baidlawi, merupakan hal yang baru dari sistem
kepemimpnan Tebuireng, karena seorang menantu dapat menggantikan kedudukan
anak kandung di saat si anak kandung masih hidup.
MENINGGAL DI TANAH SUCI
Pada tahun 1972, ketika Kiai Karim menunaikan ibadah haji bersama
Kiai Idris Kamali dan keluarga Pesantren Seblak, Kiai Karim menderita sakit
yang diakibatkan oleh perubahan cuaca. Setelah beberapa hari dirawat, akhirnya
nyawa beliau tidak bisa tertolong lagi. Kiai Karim meninggal dunia dan
jenazahnya dimakamkan di Makkah.
Terima kasih telah membaca artikel kami yang berjudul: Biografi Kiai Abdul Karim Hasyim, jangan lupa ikuti website kami dan silahkan bagikan artikel ini jika menurut Anda bermanfaat.
Gabung dalam percakapan