Bergabunglah di Grup WhatsApp PTS, ikuti Program Tadarus setiap periode 15 hari DISINI
{{ date }}
{{ time }}
Sudah SHOLAT kah Anda?

15 Siksaan Meninggalkan Shalat Lima Waktu

Bahaya Meninggalkan Sholat Inilah 15 Siksaan Meninggalkan Shalat Lima Waktu
15 Siksaan Meninggalkan Shalat Lima Waktu

“Sudahkah kita shalat? Shalatlah sebelum kita dishalatkan!” Dua kalimat ini seringkali kita temui di berbagai tempat, mulai dari dinding dan papan masjid, mushala, sekolah, bahkan di bak truk. Kalimat ini secara tidak langsung mengingatkan bahwa shalat adalah perintah Allah SWT yang harus dikerjakan sesuai dengan aturan syariat Islam.

Beberapa keutamaan shalat dibandingkan dengan ibadah-ibadah lain di antaranya: Shalat diperintahkan langsung oleh Allah SWT kepada nabi Muhammad SAW ketika di-Isra-Mi’raj-kan. Shalat adalah ibadah yang akan dihisab pertama kali sebelum ibadah-ibadah yang lain. Kewajiban shalat adalah kewajiban yang harus dijalankan dalam kondisi apa pun (jika tidak bisa sambil berdiri maka dikerjakan sambil duduk, jika tidak bisa maka sambil terlentang, dan seterusnya), dan shalat adalah ibadah yang wajib dikerjakan setiap hari hingga ajal menjemput.

Kewajiban shalat lima waktu masih banyak diabaikan oleh sebagian masyarakat. Walaupun ketika ditanya agamanya apa, dia jawab Islam. Dua kisah nyata yang penulis terima dari teman tentang sikap orang tuanya.

Kisah pertama, “Seorang ibu tua yang semasa hidupnya tidak pernah menjalankan shalat, selalu diingatkan oleh anak dan keluarganya. Sesekali dia menjawab, “Buat apa shalat nyatanya orang yang mati tidak pernah kembali ke dunia, berarti di sana dia bahagia” (alih bahasa: dari bahasa Jawa asli Pemalang). Cerita ini sudah lama penulis peroleh sekitar tahun 2010-an ketika masih menetap di Pemalang.

Kisah kedua, “Salah satu jama’ah pengajian menceritakan sekaligus bertanya bagaimana cara mengajak orang tua menjalankan shalat lima waktu. Karena selama hidupnya tidak pernah menjalankan shalat lima waktu. Dan ketika diajak untuk shalat dijawabnya “bahwa urusan di akhirat menjadi urusan masing-masing, tidak usah mengajak-ajak untuk shalat. Urusanku ya urusanku nanti” (alih bahasa: dari bahasa Klaten). Cerita ini penulis peroleh tahun 2018, selesai pengajian setiap minggu, pukul 20.00-21.00 di Ngawonggo, Ceper, Klaten.

Meninggalkan shalat bukanlah hal yang ringan tanggung jawabnya di hadapan Allah ï·». Dalam kitab Irsyâdu al-‘Ibâd karya Syekh Zainuddin al-Malibari dalam bab Fadhlish Shalâtil Maktûbah dijelaskan bahwa ada 15 siksaan yang akan diberikan kepada orang-orang yang meninggalkan shalat. Enam siksaan ketika di dunia, tiga siksaan ketika meninggal, tiga siksaan ketika di alam kubur, dan tiga siksaan ketika dibangkitkan dari alam kubur.

Enam siksaan di dunia

(1) dicabut keberkahan umurnya; (2) dihilangkan tanda-tanda keshalihan diwajahnya; (3) segala amal baiknya tidak akan mendapatkan pahala; (4) doanya tidak akan dikabulkan; (5) tidak mendapatkan bagian doa dari doanya orang-orang shalih; (6) akan dibenci oleh kebanyakan orang.

Tiga siksaan ketika meninggal

(1) mati dalam kondisi terhina; (2) mati dalam kondisi lapar; (3) mati dalam kondisi haus, yang apabila diminumkan satu lautan pun tidak mungkin akan dapat menghilangkan dahaganya.


Tiga siksaan di alam kubur

(1) kuburannya menyempit sehingga tulang-tulang rusuk saling bersimpangan; (2) ruang kubur dipenuhi api sehingga sehari-hari hidup bergelimangan di atas bara; (3) di alam kuburnya akan ditemani ular besar utusan Allah SWT untuk menyiksa yang diberi nama Asy-Syuja’ Al Aqra’.


Tiga siksaan ketika dibangkitkan dari kubur menuju padang makhsyar

(1) hisab yang berat; (2) dibenci Allah ï·»; (3) dimasukkan ke dalam neraka.
 
Wallahu a'lam
 
(Syekh Zainuddin ibn Abdul Aziz al-Malibari, Irsyâdu al-‘Ibâd, Semarang: Toha Putra. hlm. 12).

Terima kasih telah membaca artikel kami yang berjudul: 15 Siksaan Meninggalkan Shalat Lima Waktu, jangan lupa ikuti website kami dan silahkan bagikan artikel ini jika menurut Anda bermanfaat.

Pengalaman adalah Guru Terbaik. Oleh sebab itu, kita pasti bisa kalau kita terbiasa. Bukan karena kita luar biasa. Setinggi apa belajar kita, tidahlah menjadi jaminan kepuasan jiwa, yang paling utama seberapa besar kita memberi manfaat kepada sesama.