Bergabunglah di Grup WhatsApp PTS, ikuti Program Tadarus setiap periode 15 hari DISINI
{{ date }}
{{ time }}
Sudah SHOLAT kah Anda?

Biografi Al-Habib Hamid Al-Qodrie (Sultan Hamid II)



A.      Masa Kecil Sultan hamid II
Sultan Hamid II dilahirkan di Pontianak pada tanggal 12 juli 1913. Dia lahir dengan nama Syarif Abdul Hamid Alkadrie. Dia adalah putra sulung dari Sultan Syarif Muhamad Alkadrie dan ibunya adalah Syecha Jamillah Syarwani. Dia juga pernah diasuh oleh ibu yang berkebangsaan inggris.
Sultan Hamid II dibesarkan di lingkungan Kesultanan Kadariah yang terletak di kelurahan dalam bugis, kecamatan Pontianak timur, kota Pontianak.
Sultan Syarif  Muhamad Alkadrie atau ayah dari Sultan Hamid II adalah sultan ke enam Pontianak. Sultan Syarif  Muhamad Alkadrie memiliki 10 rang isti dan dikaruniai 13 orang putra.
Adapun istri Sultan Syarif  Muhamad Alkadrie adalah Syarifah Telaha Alkadrie  yang tidak dikaruniai anak, Syarifah Zubaidah Alkadrie  juga tidak dikaruniai anak, Hajjah Syarifah Aminah yang berasal dari Brunei dikaruniai 4 orang anak  yaitu  Syarifah Maimunah yang bergelar Ratu Kusumayudha, Syarif Abdul Mutalib yang bergelar Pangeran muda, Syarif Usman yang juga bergelar pangeran muda, dan Syarifah Chadijah yang bergelar Ratu Perbuwijaya. Istrinya Syarifah Zubaidah Alkadrie yang bergelar Maharatu Besar Permaisuri dikaruniai dua anak  yaitu Syarifah Fatimah yang bergelar Ratu Anum Bendahara dan Syarifah Maryam yang bergelar Ratu Laksamana Sri Negara. Dari istrinya Syecha Jamillah Syarwani dikaruniai 6 anak yaitu Syarif Abdul Hamid Alkadrie yang kita kenal sebagai Sultan Hamid II, Syarif Mahmud yang bergelar Pangeran Agung Srimaharaja, Syarifah Salmah yang bergelar Fahmud, Syarifah Rahmah, Syarif Hasyim dan Syarif Abdurrachman. Dari istrinya Syarifah Maryam Assegaf Ratu Seberang tidak  dikaruniai anak. Encik Entin dikaruniai seorang anak yaitu Tengku Mahmud Alkaderie. Encik Timah tidak dikaruniai anak. Daeng Kadariah tidak dikaruniai anak, dan Daeng Selma pun tidak dikaruniai anak.
 Sultan Syarif Muhamad Alkadrie mempunyai 10 orang isteri, namun anak dari Syecha Jamillah Syarwani yang kelak akan mewarisi tahta kesultanan Pontianak.
Ayah Sultan Hamid II adalah putra daerah asli Pontianak sedangkan ibunya berasal dari turki. Jadi di dalam tubuh Sultan Hamid II mengalir darah Indonesia dari sang ayah dan darah arab dari sang ibu.



B.       Masa Remaja, Riwayat Pendidikan dan Awal Karier Sultan Hamid II
Saat remaja Sultan Hamid II menempuh pendidikan ELS di Sukabumi, Pontianak, Jogjakarta dan Bandung. ELS adalah singkatan dari Europeesche Lagere School yang setara dengan Sekolah dasar (SD) pada masa sekarang dan disebut Sekolah Rakyat (SR) pada masa pendudukan Jepang. Karena Sultan Hamid adalah anak dari Sultan Pontianak, jadi dia boleh menuntut ilmu di ELS. Karena  hanya orang Belanda, Eropa dan elit pribumi yang boleh sekolah disini.
Setelah menuntut ilmu di ELS, dia melanjutkan sekolahnya  di HBS (Hoogere Burgerschool) atau pendidikan menengah umum pada zaman pendudukan Belanda yang juga untuk orang Belanda, Eropa dan Elit Pribumi. Bahasa pengantar  di HBS menggunakan bahasa Belanda.
Selesai di HBS, Sultan Hamid kembali menuntut ilmu di bandung, tepatnya di THB (Technische Hoogeschool Te Bandoeng) atau yang sekarang kita kenal sebagai ITB (Institut Teknologi Bandung). Namun sayang hanya berjalan satu tahun dan tidak sampai selesai.
Setelah tidak selesai menuntut ilmu di THB, Sultan hamid memutuskan untuk berangkat ke Breda, Belanda untuk belajar militer di KMA (Koninklijke Militaire Academie).
Setelah selesai menempuh pendidikan di Breda, Sultan Hamid II pun diangkat menjadi pada kesatuan tentara hindia belanda. Pada tahun 1938 dia berpangkat letnan dua dan dalam karier kemiliterannya pernah bertugas di Malang, Bandung, Balikpapan, dan beberapa tempat lainnya dipulau Jawa. Pada tahun 1939 dia dianggkat menjadi letnan satu dan pada saat perang dunia dimulai tahun 1941, iya ikut bertempur melawan Jepang di Balikpapan.

C.      Pernikaran, Keluarga dan Tahta Sultan Hamid II
Pada tahun 1938 Sultan Hamid II melangsungkan pernikahan dengan nya di malang yaitu Merie Van Delden atau yang lebih dikenal sebagai Didie Alkadrie, dia adalah seorang wanita belanda yang lahir di Surabaya pada 15 januari 1915 dan anak dari Kapten Van Delden.
Marie atau yang lebih dikenal sebagai Didie memberi Sultan Hamid II dua orang anak yaitu Syarifah Zahra Alkadrie (Edith Hamid) yang lahir di Malang pada 26 Febuari 1939 dan Syarif Yusuf Alkadrie (Max Nico) yang lahir di malang pada 19 januari 1942.
Namun di kemudian hari, Sultan Hamid II menikah lagi dengan Rini, seorang wanita cantik dari Jogjakarta.
Pada tahun 1944, ayahnya Sultan Syarif Muhamad Alkadrie ditangkap dan dibunuh oleh tentara jepang bersama anak laki-laki dan menantunya. Hamid saat itu dibawa ke Jawa sebagai tawanan Jepang. Setelah jepang menyerah, dia kembali bersama tentara NICA ke Pontianak pada oktober 1945. Setelah tiba di Pontianak, Sultan Hamid II kaget karena mengetahui bahwa Sultan Thata Alkadrie keponakannya sudah menjadi Sultan Pontianak. Sultan Hamid II kaget karena usia Sultan Thata masih 18 tahun.
Sulat Hamid II mengusulkan kepada Sultan Thata agar mengundurkan diri dan menyerahkan jabatan Sultan Pontianak kepadanya. Alasan Sultan Hamid II adalah karena Sultan Thata masih terlalu muda untuk menghadapi situasi pergolakan dan keamanan di Pontianak.
Berita tentang kemerdekaan NKRI dan penyerahan jepang terhadap sekutu terlambat diterima di Pontianak. Tiga dari beberapa peristiwa penting yang terjadi dalam penyambutan kemerdekaan adalah berita tentang tentara sekutu yang ingin mengambil tentara Jepang, pasukan kelompok etnis dayak yang dipimpin oleh panglima burung memasuki Pontianak menuntut diangkatnya Sultan Pontianak untuk menghindari kekosongan kekuasaan, yang terakhir adalah masyarakat Pontianak gelisah karena anggota komunitas keturunan cina membentuk pasukan penjaga keamanan (PKO) sendiri dan ada isu bahwa tentara cina akan mendarat di Pontianak.
Sultan Syarif Thata Alkadrie menyerahkan jabatan Sultan kepada Sultan Hamid II. Walaupun ada pihak yang pro dan kontra  dengan keputusan itu, namun sebagai mana diakui Sultan Thata sendiri kesediaannya menjabat Sultan Pontianak adalah untuk sementara waktu demi mengisi kekosongan sampai kembalinya Sultan Hamid II dari Batavia sebagai pewaris syah tahta kesultanan Pontianak.
Pada 29 oktober 1945 Sultan Hamid II dinobatkan secara resmi sebagai Sultan Pontianak oleh pemerintahan NICA.

D.      Dunia Politik dan Perumusan Lambang Negara (Garuda Pancasila) Sultan Hamid II
Pada tanggal 17 desember 1949 Sultan Hamid II diangkat ke Kabinet RIS oleh Soekarno tetapi tanpa adanya portofolio. kabinet ini dipimpin oleh  Perdana Mentri Muhamad Hatta dan termasuk 11 anggota berhaluan republik dan 5 orang berhaluan federal. Pemerintahan Federal ini tidak bertahan lama karena perbedaan pendapat dan kepentingan  antara golongan Republik dan golongan federalis serta berkembangnya dukungan rakyat untuk adanya Negara kesatuan.
Sultan Hamid II kemudian bersekongkol dengan Raymond Westerling yang terkenal atas kebrutalannya dalam peristiwa pembantaian westerling Untuk mengatur sebuah kudeta di Anti Republik  bandung dan Jakarta. APRA yang dipimpin Westerling  pada tanggal 26 januari 1950 menyusup ke Jakarta sebagai bagian dari kudeta menggulingkan Kabinet RIS.
 Mereka juga berencana untuk membunuh beberapa tokoh penting dari golongan Republik, termasuk mentri pertahanan  Sultan Hemengkubuwono XI dan Sekjen Ali Budiardjo. Kemudian mereka dihadang oleh pasukan TNI dan terpaksa melarikan diri. Sementara itu pemimpin APRA yaitu Westerling melarikan diri ke Singapura dan akhirnya apra berhenti berfungsi.
Peran Sultan Hamid II dalam Kudeta yang gagal tersebut menyebabkan keresahan yang meningkat di Kalimantan barat untuk segera bergabung kedalam Republik Indonesia. Dewan perwakilan rakyar RIS mengumumkan hasil pe mungutan suara bulatdengan selisih 50:1 suara yang menyetujui bergabungnya Kalimantan barat kedalam Republik Indonesia.
Akhirnya RIS dibubarkan pada 17 agustus 1950 dan otomatis mengubah Indonesia menjadi Negara kesatuan yang berpusat di Jakarta.
Sewaktu Republik Indonesia Serikat dibentuk, Sultan Hamid II diangkat menjadi mentri Negara Zonder Portofolio dan selama jabatan mentri Negara itu  Sultan Hamid II ditugaskan oleh Presiden Soekarno untuk merencanakan, merancang dan merumuskan gambar lambing Negara.
Tanggal 10 januari dibentuk panitia lencana Negara dibawah koordinator  Sultan Hamid II selaku mentri Negara Zonder Portofolio dengan susunan panitia yaitu M. Yamin sebagai ketua, Ki hajar Dewantoro, M. A. Pellaupessy, M. Natsir dan RM Ngabehi Poerbatjaraka sebagai anggota.
Panitia ini bertugas menyeleksi usulan rancangan lambang Negara untuk dipilih dan diajukan kepada pemerintah. Terpilih dua rancangan terbaik yaitu milik M. Yamin dan Sultan Hamid II. Pada peroses selanjutnya ternyata hasil karya M. Yamin menyertakan sinar-sinar matahari yang dianggap dipengaruhi jepang sehingga hasil karyanya ditolak. Sehingga otomatis yang menang adalah hasil karya Sultan Hamid II.
Setelah rancangannya terpilih, dialog antara Sultan hamid II, Presiden Soekarno dan perdana Mentri Mohamad Hatta terus dilakukan untuk keperluan penyempurnaan rancangan itu. Terjadi kesepakatan mereka bertiga mengganti pita yang dicengkram garuda, yang semula berwarna merah putih menjadi pita putih dengan menambahkan semboyan “bhineka Tunggal Ika”
Pada tanggal 8 febuari 1950, rancangan final lambang negarayang dibuat mentri Negara RIS, Sultan Hamid II diajukan ke Presiden Soekarno. Rancangan final lambang Negara tersebut mendapat masukan dari partai masyumi untuk dipertimbangkan. Karena adanya keberatan terhadap tangan burung garuda dengan tangan dan bahu manusia yang memegang perisai dan dianggap bersifat mitologis.
Sultan Hamid II kembali mengajukan rancangan gambar lambang Negara yang telah disempurnakan berdasarkan aspirasi yang berkembang, sehingga terbentuk rajawali-garuda pancasila dan disingkat garuda pancasila. Presiden Soekarno kemudian menyerahkan rancangan tersebut kepada Kabinet RIS melalui Moh. Hatta sebagai Perdana Mentri.
Rancangan lambang  karya Sultan hamid II akhirnya diresmikan pemakaiannya dalam siding  Kabinet RIS. Ketika itu kepalanya masih tidak berjambul seperti entuk sekarang ini.
Inilah hasil karya anak negri yang diramu dari berbagai aspirasi dan kemudian dirancang oleh seorang anak bangsa yaitu Sultan Hamid II sebagai mentri Negara RIS. Presiden soekarno untuk pertama kalinya mengenalkan lambang Negara itu kepada khalayak ramai di hotel Des Indes, Jakarta pada 15 febuari 1950.
Pada tanggal 20 maret 1950, bentuk akhir garuda pancasila telah diperbaiki mendapat koreksi dari Presiden Soekarno. Lalu Presiden Soekarno memerintahkan Pelukis istana yaitu  Dullah untuk melukis kembali rancangan Mentri Negara RIS Sultan Hamid II tersebut dan dipergunakan sampai saat ini.

E.       Akhir Hayat Sultan Hamid II
Sultan Hamid II wafat pada30 maret 1978 di Jakarta dan dimakamkan di pemakaman keluarga kesultanan Pontianak di batulayang.









Terima kasih telah membaca artikel kami yang berjudul: Biografi Al-Habib Hamid Al-Qodrie (Sultan Hamid II), jangan lupa ikuti website kami dan silahkan bagikan artikel ini jika menurut Anda bermanfaat.

Pengalaman adalah Guru Terbaik. Oleh sebab itu, kita pasti bisa kalau kita terbiasa. Bukan karena kita luar biasa. Setinggi apa belajar kita, tidahlah menjadi jaminan kepuasan jiwa, yang paling utama seberapa besar kita memberi manfaat kepada sesama.