Jika ditinjau dari akar katanya,
Muharram bermakna ‘diharamkan’. Pada bulan ini, siapa pun dilarang untuk
mengangkat senjata, berperang dengan sesama manusia. Ada pelajaran penting di
balik hal tersebut. Bahwa, Muharram dapat dijadikan tonggak sekaligus harapan untuk
menyebarkan perdamaian dalam kalangan umat Islam.
Hendaknya, makna tersirat bulan
ini dijadikan pula sebagai upaya umat melihat segala sesuatu dari sudut pandang
yang lebih besar. Bukan mengandalkan kepentingan sendiri atau menyudutkan
kelompok yang berbeda pemahaman. Sebaliknya, di dalam bulan yang damai, yang
harus dipupuk adalah ikatan persaudaraan dengan sesama muslim, entah dari latar
belakang dan pemahaman apa pun.
Berbeda dengan tahun baru Masehi
yang mungkin oleh segelintir orang digunakan untuk berpesta, tahun baru Islam
ada di kutub yang berlawanan. Dalam Islam, yang dipentingkan adalah hidup
sederhana, tidak berlebihan, dan senantiasa mengunggulkan Allah dari apa pun,
termasuk diri sendiri.
Maka, perayaan tahun baru Islam
bukanlah ditandai dengan tiupan terompet atau ledakan petasan. Sebaliknya, ia
bagaikan cermin yang merefleksikan seluruh kegiatan kita dalam setahun
terakhir. Sudah benarkah jalan yang ditempuh, ataukah kita masih mudah
terombang-ambing untuk tidak bersetia kepada Allah.
Adalah tugas seorang muslim untuk
menegakkan kebenaran. Tugas kita pula untuk memberantas kejahatan. Namun, dari
segala macam ancaman, yang paling berbahaya adalah, ketika kita senantiasa
merasa benar dalam segala sesuatu tanpa perlu merasa mengoreksi diri.
Istighfar, merenung, berdialog
dengan diri sendiri, adalah cara mujarab untuk senantiasa mengingatkan kita
pada ketidakberdayaan; pada pentingnya memulai amar makruf nahiy munkar dari
diri sendiri. Tahun baru Islam layak dijadikan sebagai ajang penyucian diri
tersebut.
Artikel Terkait:
Terima kasih telah membaca artikel kami yang berjudul: Jadikan 1 Muharram sebagai Ajang Evaluasi Diri, jangan lupa ikuti website kami dan silahkan bagikan artikel ini jika menurut Anda bermanfaat.